Muhammad kecil tinggal bersama kakeknya, Abdul Muthalib, setelah wafatnya ibundanya, Sayyidah Aminah. Setelah Abdul Muthalib meninggal, ia pindah ke rumah pamannya, Abu Thalib. Awalnya, kehidupan Muhammad di rumah pamannya berjalan biasa. Ia bermain dan makan bersama anak-anak Abu Thalib.
Seiring berjalannya waktu, Muhammad mulai menyadari kondisi ekonomi pamannya yang memprihatinkan, ditambah dengan banyaknya anak yang harus ditanggung. Kesadaran ini mendorongnya untuk berbuat sesuatu demi membantu perekonomian keluarga.
Suatu ketika, Muhammad menyatakan keinginannya untuk menggembala kambing kepada Abu Thalib. Sang paman terkejut dan berusaha mencegahnya, begitu pula bibi Fatimah binti Asad. Namun, tekad Muhammad sangat kuat dan tidak dapat dibendung.
Dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad disebutkan bahwa salah satu alasan Nabi Muhammad menggembala kambing di masa kecilnya adalah untuk meringankan beban ekonomi yang dialami oleh Abu Thalib.
Di lain kesempatan, Nabi Muhammad kembali menunjukkan kepedulian yang sama. Ketika kaum Quraisy mengalami krisis parah, mereka terpaksa memakan tulang busuk untuk mengganjal perut. Abu Thalib pun merasakan dampak krisis tersebut dan tidak memiliki makanan untuk diberikan kepada anak-anaknya. Mengetahui hal ini, Nabi Muhammad bertekad untuk membantu.
Dengan ilham dari Allah, Nabi Muhammad mendatangi pamannya yang lain, Abbas bin Abdul Muthalib. Ia meminta Abbas untuk ikut serta membantu Abu Thalib. “Wahai paman, saudaramu, Abu Thalib, banyak keluarga. Kau tahu orang-orang sedang dilanda krisis. Mari kita ke sana, kita ringankan bebannya,” kata Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad dan Abbas segera bertandang ke rumah Abu Thalib. Kepada Abu Thalib, Nabi Muhammad menyampaikan niatnya untuk mengasuh sebagian keluarganya. Abu Thalib menyetujui, namun meminta agar Uqail tetap bersamanya.
Seperti yang tercatat dalam buku Hayatush Shahabah, Nabi Muhammad kemudian mengasuh Ali bin Abi Thalib, sementara Abbas mengambil Ja’far bin Abu Thalib, yang tetap bersama Abbas hingga hijrah ke Habasyah (Ethiopia).
Demikianlah sikap Nabi Muhammad ketika mengetahui keluarganya mengalami kesulitan. Beliau tidak ragu untuk mengulurkan tangan demi meringankan beban yang dialami oleh keluarganya.