Abdullah bin Ubay bin Salul dikenal sebagai gembong kaum munafik yang memiliki rasa dengki dan kebencian terhadap Nabi Muhammad. Ia menganggap Nabi sebagai penghalang dalam ambisinya untuk menjadi penguasa Madinah. Sebelumnya, Abdullah bin Ubay direncanakan akan diangkat sebagai tokoh dan pemimpin Madinah karena perannya dalam meredam ketegangan antara kabilah Aus dan Khazraj. Namun, setelah kedatangan Nabi Muhammad, pengaruhnya mulai pudar, dan Nabi pun menjadi pemimpin Kota Madinah. Hal ini memicu kebencian Abdullah bin Ubay terhadap Nabi.
Meskipun Abdullah bin Ubay masuk Islam bersama kabilah Aus dan Khazraj setelah Nabi Muhammad tiba di Madinah, ia hanya berpura-pura menjadi pengikut yang setia. Di balik sikapnya, ia menyimpan rasa permusuhan yang dalam terhadap Nabi. Berbeda dengan musuh-musuh Nabi lainnya, Abdullah bin Ubay menggunakan cara-cara halus dan konspiratif untuk melawan. Ia sering menghasut, memfitnah, dan mengadu domba antara sahabat-sahabat Nabi, bahkan terhadap Nabi sendiri.
Salah satu buktinya adalah saat ia melakukan propaganda untuk mengajak 300 pasukan mundur dalam Perang Uhud, serta menyebarkan fitnah keji tentang Sayyidah Aisyah dengan tuduhan yang tidak berdasar. Abdullah bin Ubay juga terlibat dalam berbagai konspirasi untuk membunuh Nabi Muhammad. Meskipun demikian, anak-anak Abdullah bin Ubay justru menjadi sahabat setia Nabi, termasuk Hubab yang berpartisipasi dalam Perang Badar dan Uhud.
Suatu ketika, Hubab merasa sangat marah dengan kemunafikan ayahnya dan meminta izin kepada Nabi untuk menghabisi nyawa Abdullah bin Ubay. Namun, Nabi Muhammad melarangnya dan meminta agar mereka tetap bergaul baik selama Abdullah masih hidup. Nabi berpendapat bahwa tindakan tersebut akan menimbulkan masalah lebih besar di kalangan masyarakat.
Di lain kesempatan, Abdullah bin Ubay menyebarkan hasutan kepada kelompoknya dengan mengatakan bahwa kaum Muhajir membenci penduduk Madinah. Pernyataan ini sampai ke telinga Zaid bin Arqam, yang kemudian melaporkannya kepada Nabi Muhammad. Mendengar hal itu, Sayyidina Umar bin Khattab meminta izin untuk membunuh Abdullah bin Ubay, tetapi Nabi menolak permintaan tersebut demi menjaga nama baik Islam.
Setelah peristiwa itu, Abdullah bin Ubay berusaha mengelak dari tuduhan dengan bersumpah bahwa ia tidak pernah mengucapkan kata-kata yang dituduhkan kepadanya. Tidak lama setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah yang mengungkapkan kemunafikan Abdullah bin Ubay, sebagaimana tercantum dalam Surat al-Munafiqun ayat 8-10.
Kisah ini menunjukkan kebijaksanaan Nabi Muhammad dalam menghadapi tantangan dari orang-orang munafik sekaligus menegaskan pentingnya keteguhan iman dan persatuan di antara umat Islam.