“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih)…. (al-Hujurat: 10).” Nabi Muhammad dikenal sebagai juru damai yang ulung, terbukti dari kemampuannya mendamaikan dua kelompok, Bani Aus dan Bani Khazraj, yang telah lama bertikai. Kedua suku ini terlibat perang selama puluhan tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, dengan banyak korban jiwa, termasuk semua pemimpin mereka yang gugur dalam perang Bu’ats lima tahun sebelum hijrah.
Setelah kedatangan Nabi Muhammad di Madinah, situasi mulai membaik. Bani Aus dan Khazraj tidak lagi terlibat dalam permusuhan dan malah menjalin persaudaraan yang kuat. Namun, suatu ketika, saat berkumpul dalam sebuah majelis, terjadi ketegangan ketika seorang pemuda dari Bani Aus melantunkan syair yang menghina Bani Khazraj. Balasan dari Bani Khazraj membuat mereka saling menyerang, dan tak lama berselang, mereka kembali dengan senjata untuk berperang.
Mendengar kabar tersebut, Nabi Muhammad segera menerima wahyu dari Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 102. Dengan penuh semangat, beliau bergegas menemui mereka untuk melerai konflik. Dalam perjalanan, betisnya terluka karena cepatnya langkah beliau. Ketika sampai di tempat pertikaian, Nabi Muhammad membacakan wahyu dan mengingatkan mereka untuk bertakwa kepada Allah. Mendengar nasihat tersebut, mereka yang siap berperang langsung membuang senjata, saling berpelukan, dan menangis tersedu-sedu.
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad menyatakan bahwa mendamaikan dua orang yang berselisih merupakan bentuk sedekah. Beliau selalu mengingatkan pentingnya menjaga hubungan antarmanusia dan mendamaikan pihak-pihak yang bertikai secara adil. Dalam buku Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa mendamaikan dua pihak yang berkonflik memiliki derajat yang lebih tinggi daripada shalat, puasa, dan sedekah.
Beliau juga menekankan bahwa pentingnya mendamaikan orang yang bertikai membuat Islam memberikan kelonggaran, termasuk dibolehkannya berbohong demi tercapainya perdamaian. “Tidak termasuk pembohong orang yang mendamaikan dua orang (yang bermusuhan), dan berkata baik kepada pihak sini dan pihak sana,” demikian sabda Nabi Muhammad dalam hadits riwayat Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud.