Selama sembilan tahun di Madinah, Nabi Muhammad tidak melaksanakan ibadah haji di Makkah. Baru pada tahun ke-10 Hijriyah, beliau mengumumkan kepada para sahabatnya tentang niat untuk melaksanakan haji, yang disambut antusias oleh mereka. Tahun itu menjadi momen penting, karena haji yang dilakukan Nabi Muhammad dikenal sebagai haji wada’, yaitu haji pertama dan terakhir dalam hidupnya. Pada musim haji berikutnya, Nabi Muhammad sudah tiada.
Penting untuk memahami mengapa Nabi Muhammad baru melaksanakan ibadah haji pada tahun ke-10 Hijriyah. Sejak tahun ke-9 H, Nabi Muhammad sebenarnya sudah berniat untuk berhaji setelah kembali dari pertempuran Tabuk. Namun, beliau menunda niat tersebut karena masih ada praktik musyrik di Ka’bah, di mana orang-orang musyrik melakukan tawaf dalam keadaan telanjang. Beliau menyatakan bahwa selama praktik tersebut masih ada, beliau tidak akan menunaikan ibadah haji.
Di samping itu, bacaan dan doa yang dilafalkan oleh para musyrik dalam ibadah haji juga mengandung unsur kemusyrikan. Dalam talbiyah, mereka mengucapkan lafaz yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid. Situasi ini membuat Nabi Muhammad enggan melaksanakan ibadah haji. Beberapa ulama berpendapat bahwa pada tahun ke-10 H adalah saat diturunkannya kewajiban untuk melaksanakan haji.
Meskipun demikian, Nabi Muhammad tidak melarang para sahabatnya untuk berhaji. Pada tahun ke-9 H, beliau mengutus Sayyidina Abu Bakar sebagai Amir al-Hajj untuk memimpin rombongan umat Islam dari Madinah ke Makkah. Setelah keberangkatan Sayyidina Abu Bakar, Nabi Muhammad menerima wahyu terkait dengan pembatalan perjanjian antara beliau dan kaum musyrik Makkah.
Nabi Muhammad kemudian mengutus Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk mengumumkan pembatalan perjanjian tersebut kepada semua pihak, terutama kepada kaum musyrik di Makkah. Sayyidina Ali bertemu dengan Sayyidina Abu Bakar di Dzy al-Halifah, dan mereka melanjutkan perjalanan menuju Makkah bersama-sama. Sayyidina Abu Bakar tetap sebagai Amir al-Hajj, sementara Sayyidina Ali bertugas menyampaikan wahyu yang baru saja turun.
Pada tanggal 9 atau 10 Dzul Hijjah tahun ke-9 H, Sayyidina Ali menyampaikan pesan Nabi Muhammad kepada kaum musyrik yang sedang melaksanakan haji di Ka’bah. Ia menegaskan bahwa orang musyrik tidak boleh lagi melakukan haji pada tahun berikutnya dan tidak diperkenankan melakukan tawaf dalam keadaan telanjang. Sayyidina Ali juga menyatakan bahwa semua perjanjian dengan Nabi Muhammad berakhir setelah masa tertentu.
Setelah pengumuman tersebut, kaum Muslim melanjutkan ibadah haji sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, sedangkan kaum musyrik melaksanakan haji sesuai dengan adat kebiasaan mereka. Mereka pun kembali ke tempat asalnya setelah menunaikan ibadah haji.