- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Pembebasan Kota Makkah: Pelajaran dari Fathu Makkah

Google Search Widget

Di tengah kemenangan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin dalam Fathu Makkah, terdapat peristiwa penting saat Abu Sufyan dan para pemimpin Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi. Dalam khutbahnya, KH Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa Nabi meminta para pemimpin pasukannya untuk menyatakan “al-yaum yaumal marhamah” (hari ini adalah hari kasih sayang). Namun, salah satu sahabat Nabi berteriak “al-yaum yaumal malhamah” (hari ini adalah hari pertumpahan darah), yang menyebabkan ketakutan di kalangan penduduk Makkah.

Abu Sufyan mengajukan protes mengapa hari yang diumumkan sebagai hari kasih sayang bisa berubah menjadi hari pertumpahan darah. Rasulullah menjelaskan bahwa sahabat tersebut tidak bisa mengucapkan huruf ra, sehingga pernyataannya menimbulkan kesalahpahaman. Mendengar penjelasan itu, penduduk Makkah merasa lega dan bahagia karena merasakan kasih sayang Rasulullah, sehingga banyak di antara mereka yang memeluk Islam.

Peristiwa Fathu Makkah terjadi pada 10 Ramadhan 8 Hijriyah (630 M) ketika umat Islam mengambil alih Makkah dari kafir Quraisy tanpa perlawanan dan tanpa pertumpahan darah. Ka’bah dan sekitarnya disucikan dari berhala-berhala sembahan Quraisy. Latar belakang peristiwa ini adalah konflik antara Bani Khuza’ah dan Bani Bakar. Muhammad Ridha mencatat bahwa dua kabilah ini telah lama bermusuhan, bahkan sejak zaman jahiliyah.

Konflik ini terjadi saat umat Islam dan Quraisy sedang menjalani masa genjatan senjata berdasarkan perjanjian Hudaibiyah. Bani Khuza’ah bergabung dengan pihak Nabi, sementara Bani Bakar bergabung dengan pihak Quraisy. Namun, Naufal bin Muawiyah Ad-Daili dan sekelompok orang Bani Bakar melanggar perjanjian tersebut dengan menyerang Bani Khuza’ah.

Setelah mendengar kabar pengkhianatan ini, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap menaklukkan Makkah. Beliau membawa pasukan sebanyak 10 ribu orang dan berhasil merebut kota tanpa perlawanan berarti. Penguasa Makkah yang tidak memiliki pertahanan yang cukup akhirnya setuju untuk menyerahkan kota.

Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya sikap lemah lembut dan kasih sayang dalam menghadapi situasi sulit. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 159, rahmat Allah membuat Nabi Muhammad mampu bersikap lemah lembut, sehingga banyak orang yang tertarik untuk mengikuti ajarannya. Fathu Makkah menjadi contoh penting bagaimana strategi diplomasi dan pengertian dapat membawa perubahan signifikan dalam masyarakat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 24

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?