Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak hadir begitu saja sebagai nabi terakhir (khatamun nabiyyin) yang diutus oleh Allah SWT. Cahaya dan ruhnya diciptakan oleh Allah sebelum penciptaan alam semesta, dunia, akhirat, dan seisinya. Dalam bukunya, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, ulama tafsir Indonesia, Muhammad Quraish Shihab, menyatakan bahwa Allah telah mengangkat janji para nabi untuk percaya dan membela Nabi Muhammad SAW.
Terdapat dalam Al-Qur’an, ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, Dia berfirman, “Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yang membenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan beriman kepadanya dan menolongnya.” (QS Ali ‘Imran [3]: 81). Meskipun tidak jelas kapan perjanjian tersebut terjadi, ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad jauh sebelum kelahirannya.
Beberapa pakar berpendapat bahwa kematian ayah beliau sebelum kelahiran, kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, serta ketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi Tuhan untuk mempersiapkan beliau sebagai utusan-Nya kepada seluruh umat manusia. Pemilihan bulan lahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi’ul Awal serta nama-nama yang melekat pada beliau menunjukkan keistimewaan yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.
Nama beliau, Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah (hamba Allah), ibunya Aminah (yang memberi rasa aman), kakeknya Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang tua yang bijaksana), serta yang membantu ibunya melahirkan bernama Asy-Syifa’ (yang sempurna dan sehat), mencerminkan karakteristik luar biasa dari Nabi Muhammad.
Al-Qur’an surat Al-A’raf [7]: 157 juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW dikenal oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini disebabkan mereka menemukan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil: “Orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS Al-A’raf: 157).
Dari perspektif para pakar agama Islam, hal ini dapat dilihat dalam Perjanjian Lama, Kitab Ulangan 33 ayat 2: “…bahwa Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbit untuk mereka itu dari Seir.” “Gunung Paran,” yang menurut Kitab Kejadian adalah tempat Nabi Ismail bersama ibunya Hajar memperoleh air Zam-Zam, menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah Makkah. Dengan demikian, ayat tersebut mengisyaratkan tiga tempat penting dalam sejarah wahyu Ilahi: Thur Sina untuk Nabi Musa, Seir untuk Nabi Isa, dan Makkah untuk Nabi Muhammad SAW.
Sejarah menunjukkan bahwa beliau adalah satu-satunya Nabi dari Makkah. Oleh karena itu, wajar jika Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 146 menyatakan bahwa mereka mengenalnya (Muhammad SAW) sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Abdullah bin Salam, seorang penganut agama Yahudi yang masuk Islam, pernah menyatakan, “Kami lebih mengenal dan lebih yakin tentang kenabian Muhammad SAW daripada pengenalan kami tentang anak-anak kami.”