Teladan terbaik bagi umat Islam ialah Nabi Muhammad. Dakwah Rasulullah SAW dalam menyampaikan Islam penuh dengan ajakan, bukan pemaksaan. Ia mengedepankan akhlak baik, tutur kata santun, dan ramah, meskipun kerap mendapat perlakuan tidak baik. Simpul sederhana yang bisa diambil adalah bahwa Nabi Muhammad berjihad dengan akhlak dan perbuatan baik. Rasulullah memahami betul bahwa jika Islam disampaikan dengan cara yang keras dan kasar, umat akan menjauh.
Kita semua memang bukan Nabi, tetapi setidaknya kita memiliki pijakan moral dan syariat dalam menyampaikan dan menunjukkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin seperti yang diajarkan Rasulullah SAW. Jauh sebelum diangkat menjadi utusan Allah SWT, Muhammad muda sudah mendapatkan gelar al-amin (orang yang dapat dipercaya) oleh masyarakat Arab. Perangainya yang baik dan adil membuatnya sering dipercaya untuk menengahi konflik yang muncul di tengah masyarakat kala itu.
Terkait dengan jihad, pertanyaan penting muncul mengenai sejumlah peperangan yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Penting untuk menjelaskan bahwa perang bukanlah satu-satunya fakta sejarah Islam yang harus diperhatikan. Sejarah Nabi Muhammad dipenuhi dengan kehidupan mulia, kebaikan, dan pelajaran hidup.
Dalam Al-Qur’an terdapat tidak kurang dari 33 ayat yang membahas tentang jihad, sesuai dengan konteks turunnya ayat tersebut. Ayat-ayat jihad dapat dipetakan berdasarkan periode Makkah dan Madinah, yang sangat berbeda dalam pemaknaannya. Al-Qur’an menunjukkan bahwa jihad harus dilakukan di segala lini kehidupan sesuai dengan peran dan keahlian masing-masing untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi sesama. Konteks ini sekaligus menepis pandangan sejumlah kelompok yang hanya memaknai jihad sebagai perang dan kekerasan fisik.
Khamami Zada dalam bukunya “Meluruskan Pandangan Keagamaan Kaum Jihadis” mencatat bahwa sulit ditemukan bukti bahwa Rasulullah melakukan atau menganjurkan jihad ofensif terhadap para sahabatnya. Dari 22 perang yang diikuti Nabi—mengacu pada keterangan Ibnu Katsir—hampir tidak ada bentuk peperangan untuk ekspansi kekuasaan. Jihad yang banyak terjadi, meskipun berupa jihad fisik, adalah peperangan untuk mempertahankan hak hidup.
Dalam kaidah ushul dikenal kedaulatan harta, benda, beragama, melanjutkan keturunan, serta hak harga diri. Nabi Muhammad dan umatnya tidak akan berperang jika tidak diperangi. Apalagi kaum musyrikin terus mengancam keselamatan umat Islam untuk menghentikan dakwah Rasulullah.
Sejarah mencatat, Rasulullah SAW tidak pernah bosan mengajak umatnya untuk berdakwah Islam dengan cara yang santun dan penuh kesabaran. Meski sering mendapat perlakuan jauh dari kata ramah, berkat kesabaran dan kesejukan yang ditunjukkan, banyak orang akhirnya memeluk agama Islam.
Meskipun Rasulullah tidak bisa membaca dan menulis, beliau cerdas dalam memilih Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris pribadi yang ahli dalam bahasa-bahasa asing. Gagasan Nabi ditulis oleh Zaid bin Tsabit lalu dikirim ke pusat-pusat kerajaan strategis. Tidak hanya memilih Zaid bin Tsabit, Nabi juga memilih diplomat ulung untuk menyampaikan surat dakwah yang berisi ajakan memeluk Islam.
Surat-surat Nabi mendapat respon positif dari berbagai kerajaan. Banyak raja dan orang-orang penting lainnya memeluk Islam setelah mendengar kabar mengenai utusan Allah bernama Muhammad, sosok terpercaya dan jujur. Salah satu surat Rasulullah kepada Muqawqis, Raja Qibthi di Mesir, adalah contoh bagaimana beliau mengajak dengan damai: “Masuklah Islam maka engkau akan selamat…”
Dakwah Nabi Muhammad melalui surat memberikan teladan luhur bagi umat Islam bahwa kebenaran harus disampaikan dengan ajakan dan cara yang baik. Selain itu, dakwah juga menuntut kearifan akhlak penyampainya sehingga antara hati dan perkataan menjadi satu kesatuan. Itulah bentuk integritas Nabi yang teguh namun tetap ramah dan menghormati.
Teladan dakwah tersebut merupakan jihad luar biasa dari junjungan ‘alam. Dalam khotbah haji Wada’, Rasulullah SAW telah jelas-jelas menjamin segenap nyawa, harta, dan kehormatan setiap manusia, apapun agama maupun sukunya.