“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS Al-Maidah: 8).
Nabi Muhammad merupakan sosok yang menegakkan keadilan bagi semua; untuk dirinya, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umat Islam secara keseluruhan. Keadilan yang dijunjungnya bukan hanya sekadar prinsip, melainkan sebuah hukum yang harus diterapkan dalam setiap situasi. Perbedaan agama, suku, ras, maupun etnis tidak menghalangi beliau untuk berlaku adil. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad bersabda, “Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku pasti memotong tangannya.” Pernyataan ini menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Beliau tidak hanya menegakkan keadilan untuk umat Muslim, tetapi juga kepada mereka yang berbeda keyakinan. Dalam kasus perselisihan antara Muslim dan non-Muslim, Nabi Muhammad akan melihat siapa yang bersalah dan memberikan hukuman yang setimpal.
Dalam buku “Akhlak Rasul Menurut Al-Bukhari dan Muslim” (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2018), diceritakan bahwa seorang Yahudi membunuh sahabat Nabi, Abdullah bin Sahl al-Anshari. Setelah diinvestigasi, memang terbukti bahwa sang Yahudi bersalah. Sesuai ketentuan yang berlaku saat itu, pelaku pembunuhan diwajibkan membayar denda sebanyak 100 ekor unta betina. Nabi Muhammad meminta pelaku untuk membayar denda tersebut tanpa meminta lebih, meskipun pada saat itu para sahabat sangat membutuhkan unta jantan untuk memperkuat pasukan Islam.
Sikap adil Nabi Muhammad seharusnya menjadi panutan bagi seluruh umat Islam dalam berinteraksi dengan siapapun, termasuk non-Muslim. Sesuai firman Allah, kebencian tidak seharusnya menjadi alasan untuk berbuat tidak adil. Keadilan adalah nilai utama yang harus dijunjung tinggi dalam setiap aspek kehidupan.