Nabi Muhammad saw sangat menghormati para pelayannya, memahami perasaan mereka, mengakui hak-hak mereka, dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Suatu ketika, beliau menegaskan bahwa pelayan (budak pada saat itu) adalah saudara bagi majikannya. Seharusnya, seorang majikan bersikap kepada para pelayannya sebagaimana ia bersikap kepada dirinya sendiri; memberi makan sesuai yang dia makan, memberi pakaian layaknya yang dia pakai, dan hal-hal lainnya. Karena diperlakukan seperti itu, para pelayan Nabi Muhammad pun mencintai dan menyayangi beliau. Mereka dengan senang hati memberikan pelayanan terbaik tanpa menuntut hal-hal yang aneh-aneh. Permintaan mereka hanya satu, yaitu bisa terus bersama Nabi Muhammad di dunia ini dan di akhirat kelak.
Rabiah bin Ka’ab al-Aslami adalah salah seorang pelayan Nabi Muhammad. Tugasnya adalah mempersiapkan keperluan wudhu dan hajat Nabi Muhammad. Dia melayani Nabi Muhammad sepanjang hari dan selalu siap siaga jika tiba-tiba dipanggil pada malam hari untuk melakukan berbagai tugas. Melihat dedikasi Rabiah yang tinggi, Nabi Muhammad berusaha untuk membalas budi. Beliau meminta Rabiah untuk mengutarakan permintaannya, dan Nabi Muhammad akan mengabulkannya.
Rabiah adalah sahabat yang miskin dan tidak memiliki rumah; ia tinggal di emperan Masjid Nabawi bersama Ahlus Shuffah lainnya. Meskipun demikian, ketika diminta untuk mengajukan suatu permintaan, ia tidak meminta harta benda atau kekayaan. Yang diinginkannya hanyalah bisa terus bersama Nabi Muhammad, baik di dunia ini maupun di akhirat. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa jika ingin bersamanya di surga nanti, Rabiah harus banyak bersujud kepada Allah. Sejak saat itu, Rabiah beribadah dengan sungguh-sungguh agar harapannya untuk selalu bersama Nabi Muhammad bisa tercapai.
Rabiah juga masih lajang. Keadaan ini membuat Nabi Muhammad prihatin dan mendorongnya untuk menikah agar memiliki teman hidup dan bisa bercengkerama. Namun, Rabiah menolak dengan alasan bahwa menikah akan mengganggu tugasnya melayani Nabi Muhammad. “Aku tidak ingin ada sesuatu yang mengganggu tugasku melayanimu, Nabi,” ujarnya. Nabi Muhammad tidak menyerah; setelah beberapa waktu, beliau kembali menanyakan mengapa Rabiah belum menikah. Kali ini, Rabiah menjelaskan bahwa ia tidak memiliki harta untuk diberikan kepada seorang wanita, sehingga ia pesimis ada wanita yang mau dinikahinya.
Singkat cerita, Nabi Muhammad mengutus Rabiah untuk pergi ke suatu kaum dan menikahi seorang wanita dari kaum tersebut. Beliau memberikan sebutir emas untuk mahar dan seekor kibas untuk pesta pernikahan Rabiah. Akhirnya, Rabiah pergi ke kaum tersebut dan menikah dengan wanita pilihan Nabi Muhammad itu.