Pada tahun ke-4 Hijriyah, utusan Suku ‘Adhal/’Udhul dan al-Qarah datang menghadap Nabi Muhammad dengan permohonan agar beliau mengirim beberapa sahabat untuk mengajarkan Islam di wilayah mereka. Nabi Muhammad kemudian mengutus sepuluh sahabat, dengan Ashim bin Tsabit sebagai pemimpin delegasi, menuju kampung suku tersebut. Namun, undangan itu ternyata merupakan jebakan. Ketika utusan tiba di desa ar-Raji, mereka disergap oleh Bani Lahyan, yang ditugaskan untuk menyerang mereka.
Diambil dari buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih” (M Quraish Shihab, 2018), terdapat seratus pemanah yang ditugaskan untuk menyerang Ashim bin Tsabit dan beberapa sahabat Nabi lainnya. Bani Lahyan berjanji tidak akan membunuh jika mereka menyerah, namun Ashim dan yang lainnya menolak. Mereka dieksekusi di tempat, sedangkan Zaid bin Datsinah, Abdullah bin Thariq, dan Khubaib bin Adi bersedia menyerah. Abdullah bin Thariq berhasil melarikan diri tetapi kemudian terbunuh setelah diserang. Zaid dan Khubaib dijual sebagai budak di Makkah.
Zaid bin Datsinah dibeli oleh Shafwan bin Umayyah untuk dibunuh sebagai balas dendam atas ayahnya yang tewas dalam Perang Badar. Khubaib bin Adi dibeli oleh keluarga al-Harits bin Amir untuk tujuan yang sama. Namun, Khubaib tidak langsung dieksekusi; ia diperbolehkan tinggal sementara waktu dengan keluarga al-Harits, dan ia menunjukkan sikap baik sebagai seorang Muslim.
Suatu ketika, Khubaib meminjam pisau dari putri al-Harits untuk mencukur. Saat itu, anak putri al-Harits mendekat kepadanya, dan sang putri khawatir Khubaib akan berbuat jahat. Namun, Khubaib meyakinkan bahwa ia tidak akan menyakiti anak tersebut. “Aku tidak pernah menjumpai tawanan yang lebih baik dari Khubaib,” ungkap putri al-Harits.
Setelah beberapa hari, keluarga al-Harits memutuskan untuk mengeksekusi Khubaib. Sebelum dilaksanakan hukuman mati, Khubaib meminta izin untuk melaksanakan shalat dua rakaat. Permintaannya dikabulkan, menjadikannya sebagai Muslim pertama yang melaksanakan shalat sunnah sebelum dieksekusi mati. Tradisi ini masih dijalankan oleh banyak Muslim dalam situasi serupa.
Sebelum dieksekusi, Khubaib melantunkan syair yang menggambarkan keteguhan hatinya:
“Aku tak peduli selama aku dibunuh sebagai Muslim
Di belahan tubuh manakah aku akan dibunuh di jalan Allah
Itu semua pastilah sesuai kehendak-Nya
Jika Dia menghendaki, Dia akan memberkati pada bagian yang dicabik-cabik.”
Kisah Khubaib bin Adi memberikan pelajaran penting tentang keberanian dan iman yang teguh dalam menghadapi ujian kehidupan.