Nabi Muhammad saw dan beberapa sahabatnya berhijrah ke Thaif, tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah, untuk meminta perlindungan dari masyarakat Thaif terhadap penindasan kaum musyrik Makkah. Namun, mereka justru mendapatkan perlakuan buruk dari penduduk Thaif. Kaum Tsaqif, yang saat itu berkuasa di wilayah tersebut, melempari Nabi Muhammad saw. dengan batu hingga mengakibatkan luka pada kakinya.
Setelah beberapa tahun berlalu, umat Islam semakin kuat dengan berdirinya negara Madinah. Ketika kekuatan umat Islam semakin besar, kaum Arab tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan. Hanya beberapa suku yang belum memeluk Islam, termasuk Tsaqif. Dalam keadaan ini, penduduk Tsaqif merasa tertekan dan akhirnya mengirimkan utusan yang dipimpin Kinanah bin Abdul Yalil untuk menemui Nabi Muhammad di Madinah. Kejadian itu terjadi pada bulan Ramadhan, setelah Nabi Muhammad kembali dari Tabuk.
Utusan Tsaqif mendirikan tenda dan tinggal di Madinah selama beberapa hari untuk mempelajari aktivitas umat Islam. Ibnu Sa’ad mencatat bahwa Nabi Muhammad menemui mereka setiap malam setelah Shalat Isya, terlibat dalam dialog yang intens. Mereka bertanya tentang berbagai hal, seperti zina, riba, khamar, dan orang yang meninggalkan shalat. Nabi Muhammad menjawab dengan tegas bahwa riba, zina, dan khamar merupakan hal yang diharamkan Allah, merujuk pada QS al-Isra: 32 untuk zina dan QS al-Baqarah: 278 serta al-Maidah: 90 untuk riba dan khamar. Mengenai orang yang meninggalkan shalat, Nabi Muhammad menegaskan bahwa tidak ada kebaikan dalam Islam tanpa shalat.
Setelah mendengar dakwah dan penjelasan Nabi Muhammad tentang Islam, utusan Tsaqif pun memeluk Islam. Namun, mereka mengajukan permintaan agar berhala Latta tidak dihancurkan dalam waktu tiga tahun ke depan. Nabi Muhammad menolak permintaan tersebut dengan tegas. Mereka kemudian memperpendek waktu menjadi dua tahun, tetapi Nabi tetap menolak. Akhirnya, mereka meminta untuk menunda penghancuran selama satu bulan dari kedatangan mereka di Madinah, namun sekali lagi ditolak oleh Nabi Muhammad.
Utusan Tsaqif lalu menyerah dan memutuskan untuk tidak lagi mengajukan permohonan terkait Latta. Nabi Muhammad kemudian mengirimkan utusan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk menghancurkan berhala Latta. Diceritakan bahwa ketika Latta dihancurkan, kaum perempuan Tsaqif menangis.
Ada alasan di balik permintaan utusan Tsaqif untuk menunda penghancuran Latta. Menurut Ibnu Ishaq, mereka khawatir akan ancaman dari para pemimpin dan keluarga mereka jika Latta langsung dihancurkan. Mereka tidak ingin mencemarkan nama baik kaumnya dengan menghancurkan berhala yang selama ini disembah. Sebaliknya, mereka berharap agar kaumnya sendiri dapat menghancurkan Latta setelah menerima ajaran Islam dengan sepenuh hati.
Nabi Muhammad sangat tegas dalam hal ini. Beliau tidak memberikan toleransi sedikit pun terhadap praktik yang bertentangan dengan prinsip Islam, terutama terkait dengan berhala yang disembah sebagai sekutu Allah, Tuhan seluruh alam.