Rasulullah adalah seorang guru yang sangat memahami keadaan para sahabatnya. Beliau menyampaikan ajaran dan materi yang dapat diamalkan oleh semua sahabat, tetapi juga memberikan pengetahuan khusus kepada sahabat tertentu berdasarkan keadaan dan pemahaman mereka. Hal ini mencerminkan pendekatan Rasulullah yang bijaksana dalam mendidik.
Salah satu contoh menarik berkaitan dengan hukum ciuman antara suami dan istri saat berpuasa. Dalam sebuah riwayat, dua sahabat bertanya kepada Rasulullah mengenai hal ini, dan beliau memberikan jawaban yang berbeda untuk masing-masing. Pertama, seorang pemuda bertanya apakah ia boleh mencium istrinya saat berpuasa. Rasulullah secara tegas menjawab tidak boleh, mengingat pemuda tersebut mungkin kesulitan mengendalikan hawa nafsunya.
Beberapa waktu kemudian, seorang sahabat tua mengajukan pertanyaan serupa. Kali ini, Rasulullah mengizinkan ciuman tersebut. Tindakan ini menimbulkan rasa heran di antara para sahabat yang hadir. Rasulullah kemudian menjelaskan, “Aku tahu kenapa kalian saling tatap. Ketahuilah, sungguh orang tua itu lebih bisa menguasai diri.”
Melalui respon yang berbeda ini, Rasulullah menunjukkan kepiawaiannya dalam menilai karakter dan kemampuan pengendalian diri masing-masing individu. Beliau melarang pemuda untuk mencium istrinya karena khawatir hal itu akan memicu tindakan lebih lanjut, seperti hubungan intim, sementara sahabat tua diperbolehkan karena diyakini dapat mengendalikan dirinya dengan baik.
Kesimpulan dari situasi ini adalah bahwa Rasulullah memberikan hukum yang sesuai dengan keadaan orang yang bertanya. Pendekatan yang fleksibel ini mencerminkan kebijaksanaan dan keprihatinan Rasulullah terhadap umatnya.