Jabatan kerap kali membutakan mata dan hati seseorang. Berbagai cara akan dilakukan demi meraih kekuasaan, mulai dari menghabisi lawan hingga berbuat curang. Namun, sifat dan ambisi tersebut tidak ada dalam diri Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ia sangat menghargai sabda Nabi Muhammad SAW yang melarang meminta jabatan, sehingga saat para sahabat memintanya untuk menjadi Khalifah keempat menggantikan Sayyidina Utsman bin Affan yang wafat akibat pemberontakan, Sayyidina Ali menolak.
Dalam buku “Ali bin Abi Thalib, sampai kepada Hasan dan Husain” oleh Ali Audah (2015), diceritakan bahwa Sayyidina Ali menolak beberapa kali ketika ditunjuk sebagai Khalifah keempat. Setelah Sayyidina Utsman terbunuh, para sahabat senior dari kalangan Muhajirin dan Anshar, seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, mendatangi rumah Sayyidina Ali. Mereka meyakinkan bahwa ia adalah sosok yang paling pantas dan berhak menjadi Khalifah keempat. Mereka mendesaknya agar bersedia dibaiat, mengingat umat tidak boleh terlalu lama tanpa pemimpin, terutama setelah pemberontakan terhadap Khalifah Utsman.
Meskipun diusulkan berdasarkan kedekatannya dengan Nabi Muhammad SAW dan sebagai salah satu orang pertama yang masuk Islam, Sayyidina Ali tetap menolak. “Jangan! Lebih baik saya menjadi wazir daripada amir,” katanya. Penolakan ini justru menarik perhatian umat Islam dari berbagai penjuru untuk datang ke rumahnya dan mendesak agar ia bersedia dibaiat. Desakan tersebut sangat kuat hingga Sayyidina Ali tidak bisa menolak lebih lama lagi. Akhirnya, ia setuju dibaiat dengan syarat tempatnya dilakukan di Masjid Nabawi secara terbuka.
Pada Senin, 21 Zulhijjah 25 H/20 Juni 656 M, Sayyidina Ali pergi ke masjid untuk dibaiat. Orang pertama yang membaiatnya adalah Thalhah bin Ubaidillah, diikuti oleh Zubair bin Awwam. Riwayat lain menyebutkan bahwa pemuka yang menentang pemerintahan Khalifah Utsman adalah yang pertama membaiatnya. Thalhah dan Zubair baru bersedia membaiat Sayyidina Ali setelah ada kejelasan mengenai penyelesaian kasus pembunuhan Khalifah Utsman. Wallahu ‘Alam.