Tidak sedikit sahabat perempuan Nabi Muhammad saw. yang terlibat langsung dalam Perang Uhud. Tugas mereka tidak hanya menyediakan suplai air dan merawat tentara umat Islam yang terluka, tetapi juga ikut memanggul senjata melawan pasukan musyrik Makkah. Salah satu dari mereka adalah Nasibah binti Ka’ab, yang juga dikenal sebagai Nusaibah. Nasibah berasal dari kalangan Anshar dan merupakan anggota Bani Mazim an-Najar. Ia telah memeluk Islam sebelum Nabi Muhammad saw. hijrah ke Madinah.
Pada saat Baiat Aqabah kedua, Nasibah termasuk salah satu dari dua perempuan dan 70 laki-laki dari Yatsrib yang berbaiat kepada Nabi Muhammad saw. Ia berbaiat bersama suaminya, Zaid bin Ashim, dan dua orang putranya, Habib dan Abdullah. Nasibah dikenal sebagai sosok yang pemberani. Dalam catatan sejarah, ia beberapa kali ikut serta dalam peperangan bersama pasukan umat Islam.
Kiprah heroik Nasibah terlihat jelas dalam Perang Uhud. Awalnya, ia bertugas menyuplai logistik dan merawat pasukan Muslim yang terluka. Namun, ketika melihat Nabi Muhammad saw. dan pasukan Islam dalam kesulitan, Nasibah ikut mengambil senjata. Menurut buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih” karya M. Quraish Shihab, Nasibah berhasil melukai 12 musuh dengan pedang dan tombaknya sambil melindungi Nabi Muhammad saw. dari serangan musuh, meski ia sendiri mengalami luka-luka.
Dalam keadaan terluka, Nabi Muhammad saw. meminta putra Nasibah, Abdullah, untuk membalut lukanya dan mendoakan agar Nasibah dan anaknya menjadi sahabatnya di surga. Doa tersebut semakin memotivasi Nasibah untuk melindungi Nabi Muhammad saw. Dengan semangat yang tinggi, ia terus berjuang di medan perang.
Peran Nasibah dalam Perang Uhud juga diakui oleh Sayyidina Umar bin Khattab, yang mengatakan bahwa di mana pun ia berada, Nasibah selalu ada untuk bertempur. Selain itu, Nasibah juga terlibat dalam Perang Yamamah pada masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, melawan kaum murtad di bawah komando nabi palsu Musailamah al-Kadzab. Meskipun mengalami 12 luka dalam pertempuran ini, ia bersyukur karena anaknya, Abdullah, berhasil membunuh Musailamah.
Nasibah juga terlibat dalam Perang Khaibar dan Perang Hunain, menunjukkan keberanian dan dedikasinya untuk Islam. Selain pemberani, Nasibah dikenal sebagai sosok yang sabar dan mengutamakan kepentingan orang lain. Hal ini terlihat saat salah satu anaknya, Habib, meninggal dalam peperangan; ia tidak bersedih melainkan merasa bangga karena yakin anaknya mati syahid.
Nasibah wafat pada tahun ke-13 H atau pada masa kekhalifahan Sayyidina Umar bin Khattab. Ia menjadi teladan bahwa wanita tidak hanya memiliki peran di belakang layar, tetapi juga bisa tampil ke depan dan ikut berjuang di medan perang demi membela agama.