Umair bin Wahab al-Jumahi adalah salah satu pemuka kafir Quraisy Makkah yang terkenal dengan penolakannya terhadap dakwah Islam. Ia sering menyiksa Nabi Muhammad SAW dan umat Islam yang tinggal di Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Seperti pemuka Quraisy lainnya, Umair terlibat dalam perang Badar, di mana pasukan kafir Quraisy berjumlah tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan pasukan umat Islam. Namun, meski dalam kondisi tersebut, kemenangan berpihak kepada umat Islam.
Dalam perang Badar, Umair bin Wahab tidak tewas, sementara rekannya, Abu Jahal dan Umayyah, mati dalam pertempuran itu. Namun, kekalahan tersebut meninggalkan luka mendalam bagi Umair, terutama karena anaknya, Wahab bin Umair, menjadi tawanan pasukan umat Islam. Setelah perang, Umair duduk bersama Shafwan bin Umayyah di Hijir. Shafwan menghasut Umair untuk membalas dendam kepada umat Islam, bahkan berjanji akan membayar semua hutangnya dan melindungi keluarganya jika ia berhasil.
Dengan tekad membalas dendam, Umair mempersiapkan diri dan berangkat ke Madinah dengan membawa pedang tajam untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Sesampainya di depan Masjid Nabawi, Sayyidina Umar bin Khattab beserta sahabat-sahabatnya segera mengamankan Umair dan membawanya menghadap Nabi Muhammad SAW. Ketika ditanya mengenai maksud kedatangannya, Umair awalnya mengklaim bahwa ia ingin meminta perlakuan baik terhadap para tawanan perang Badar.
Namun, Nabi Muhammad SAW yang sudah mengetahui tujuan sebenarnya terus mendesak Umair untuk jujur. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW menyebutkan pembicaraan antara Umair dan Shafwan, mengejutkan Umair karena informasi tersebut hanya diketahui mereka berdua. Menyadari bahwa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah, Umair bin Wahab lalu mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.
Setelah itu, ia kembali ke Makkah dan mulai menyebarkan ajaran Islam di sana. Kisah ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh wahyu dan bagaimana perubahan hati seseorang dapat terjadi dalam sekejap.