Syirik atau kemusyrikan telah ada jauh sebelum Nabi Muhammad SAW, dan Al-Quran mencatat berbagai kisah mengenai praktik ini yang dilakukan oleh umat-umat nabi sebelumnya. Salah satu contoh kemusyirkan terjadi pada masa Nabi Ibrahim AS. Berbeda dengan syirik pada masa Kaum Nabi Nuh AS yang menyembah berhala sebagai bentuk kerinduan terhadap keluarga yang telah meninggal, kaum Nabi Ibrahim AS terlibat dalam syirik karena keahlian mereka dalam ilmu falak dan perbintangan di daerah Babilonia.
Menurut Al-Jashshash, umat Nabi Ibrahim AS yang memiliki kemampuan dalam ilmu Nīranj (sejenis sihir) menciptakan berhala-berhala sebanyak tujuh bintang untuk disembah. Mereka melakukan penyembahan berdasarkan keinginan, baik yang bersifat positif maupun negatif. Misalnya, ketika mengharapkan kebahagiaan, mereka akan mendatangi berhala Al-Musytarī (Yupiter) dengan membawa jimat dan kemenyan. Sebaliknya, jika menginginkan keburukan, mereka akan mendatangi berhala Zuḥal (Saturnus).
Rasyid Ridha menambahkan bahwa kaum Nabi Ibrahim AS memandang bintang-bintang sebagai manifestasi Tuhan. Mereka menganggap matahari sebagai dewa api dan cahaya, sedangkan langit dianggap sebagai pengatur para malaikat dan tempat roh-roh terdahulu. Atas kesyirikan ini, Allah SWT mengutus Nabi Ibrahim AS untuk menyampaikan dakwah kepada mereka. Dalam Al-Quran, diceritakan bahwa Nabi Ibrahim AS memulai dengan berdialog dengan kaumnya tentang keyakinan mereka.
Dalam Surat As-Syuʽārā’ ayat 69-74, Nabi Ibrahim bertanya kepada kaumnya mengenai apa yang mereka sembah. Mereka menjawab bahwa mereka menyembah berhala-berhala dan tetap teguh dalam keyakinan tersebut. Meskipun Nabi Ibrahim AS mengajukan pertanyaan kritis tentang kemampuan berhala-berhala tersebut untuk mendengar atau memberi manfaat, kaumnya tetap bertahan pada tradisi mereka.
Akhirnya, Nabi Ibrahim AS mengambil tindakan drastis dengan menghancurkan berhala-berhala tersebut, menyisakan hanya berhala terbesar. Hal ini tercantum dalam Surat Al-Anbiyā’ ayat 62-68, di mana kaum Nabi Ibrahim AS mempertanyakan tindakannya dan akhirnya menyadari bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara. Namun, alih-alih menerima kebenaran, mereka memilih untuk membakar Nabi Ibrahim AS.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa perilaku syirik terus berlanjut hingga masa Arab jahiliyah. Ini adalah pengingat penting tentang bahaya syirik dan pentingnya memahami hakikat pengabdian kepada Tuhan yang satu.