Sayyidah Khadijah adalah sosok yang dikenal memiliki akhlak mulia, wajah menawan, dan kekayaan yang melimpah. Semua ini membuatnya terhormat dan terkenal di kalangan masyarakat Arab. Meskipun telah menikah dua kali, dengan suami pertama Abu Halah at-Tamimi dan suami kedua Atiq bin Aidz bin Makhzum, keduanya telah meninggal dan melahirkan empat anak, banyak pria masih berminat untuk meminang dirinya.
Pada saat itu, Nabi Muhammad saw. merupakan mitra kerja Sayyidah Khadijah. Beliau menjual barang dagangan Khadijah ke berbagai negeri di luar Makkah, dan keuntungan dibagi dua. Meskipun tidak kaya, Muhammad muda memiliki reputasi yang baik dan dihormati karena kejujurannya, sehingga mendapat gelar al-Amin (terpercaya). Selain itu, Nabi Muhammad juga dikenal tampan, membuat banyak wanita tertarik padanya.
Setelah menjalin hubungan kerja, Sayyidah Khadijah mulai tertarik kepada Nabi Muhammad. Ia meminta sahabatnya, Nafisah binti Munyah, untuk meminang Nabi Muhammad bagi dirinya. Nafisah kemudian menemui Nabi Muhammad dan menyampaikan perasaan Khadijah. Singkat cerita, Sayyidah Khadijah dan Nabi Muhammad saw. akhirnya menikah. Dalam riwayat yang terkenal, saat itu Sayyidah Khadijah berusia 40 tahun sedangkan Nabi Muhammad saw. berusia 25 tahun. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa usia Khadijah saat menikah adalah 35 tahun dan Nabi Muhammad 30 tahun. Bahkan ada riwayat yang menyebutkan bahwa Khadijah berusia 28 tahun pada waktu itu.
Sayyidah Khadijah adalah istri pertama Nabi Muhammad saw. Mereka membina rumah tangga selama sekitar 25 tahun hingga Khadijah meninggal dunia, dan selama waktu itu Nabi Muhammad tidak pernah menikah lagi. Pertanyaan yang muncul adalah apa motivasi Sayyidah Khadijah memilih Nabi Muhammad sebagai suaminya? Mengapa ia jatuh cinta kepada seorang pemuda yang usianya jauh lebih muda? Bukankah banyak pemuka Makkah yang bersedia menjadi pendampingnya?
Menurut buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih,” Sayyidah Khadijah memilih Nabi Muhammad saw. karena menilai beliau sebagai sosok yang sempurna dalam kepribadian, baik lahir maupun batin. Keputusan ini bukan didasarkan pada penampilan fisik semata. Dengan pengalaman hidup yang dimilikinya, Khadijah yakin bahwa kebahagiaan dalam rumah tangga tidak bergantung pada kekayaan materi, tetapi pada kepribadian yang luhur, asal-usul yang bersih, serta kedewasaan dalam berpikir dan bertindak. Sosok tersebut ada pada diri Nabi Muhammad saw. Semua ini tentu sudah ditentukan oleh Allah di Lauh Mahfudz.