Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan tidaklah Kami (Allah) mengutusmu (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107). Pernyataan ini menunjukkan bahwa kasih sayang Rasulullah meliputi seluruh makhluk, termasuk umat non-Muslim, hewan, tumbuhan, dan jin. Dalam konteks yang lebih spesifik, sikap Rasulullah terhadap tawanan perang juga mencerminkan sifat rahmat ini.
Setelah perang Badar, ada sekitar 70 musyrik Quraisy yang ditawan. Mereka diperlakukan dengan manusiawi oleh umat Islam, tanpa penyiksaan atau penghinaan. Menurut buku “Al-Bidayah wa An-Nihayah” karya Ibnu Katsir dan “Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam” oleh Raghib as-Sirjani, Rasulullah memiliki empat cara dalam memperlakukan tawanan perang.
Pertama, ada kasus eksekusi mati, meskipun ini sangat jarang terjadi. Dalam perang Badar, hanya dua tawanan yang dieksekusi: Nadhr bin Harits dan Uqbah bin Abu Mu’aith. Keduanya dihukum karena kejahatan berat yang mereka lakukan, bukan karena balas dendam.
Kedua, membebaskan tawanan dengan tebusan. Rasulullah memperhatikan kondisi ekonomi setiap tawanan. Jumlah tebusan bervariasi berdasarkan harta yang dimiliki tawanan. Uang tebusan ini digunakan untuk kepentingan umat Islam, bukan pribadi Rasulullah. Beberapa tawanan yang dibebaskan dengan tebusan antara lain Abu Wada’ah dan Zararah bin Umair.
Ketiga, tawanan dapat dibebaskan dengan syarat mengajarkan baca-tulis kepada umat Islam. Rasulullah menyadari bahwa tidak semua tawanan memiliki harta yang cukup untuk ditebus. Oleh karena itu, bagi tawanan yang memiliki kemampuan baca-tulis, mereka akan dibebaskan jika mau mengajarkan anak-anak Anshar.
Keempat, Rasulullah juga membebaskan tawanan tanpa syarat apapun. Keputusan ini diambil setelah berdiskusi dengan para sahabat. Salah satu contoh adalah Abul Ash bin Ar-Rabi, menantu Rasulullah, yang dilepaskan tanpa tebusan setelah Sayyidah Zainab berusaha menebusnya dengan kalung hadiah dari ibunya.
Sikap baik Rasulullah terhadap tawanan perang sering kali menyebabkan mereka beralih memeluk Islam. Salah satu contohnya adalah Tsumamah bin Atsal, pemimpin Bani Hanifah. Dia ditangkap saat berusaha membunuh Rasulullah, tetapi diperlakukan dengan baik dan diberi makan. Setelah beberapa hari ditawan, Tsumamah akhirnya kembali kepada Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam.
Perlakuan manusiawi dan penuh kasih sayang ini menggambarkan bagaimana ajaran Rasulullah diterapkan dalam situasi konflik dan menunjukkan betapa pentingnya etika dalam menghadapi lawan.