Suatu ketika, seorang laki-laki dari kaum Anshar datang kepada Rasulullah untuk meminta-minta. Alih-alih membentaknya atau langsung memberinya uang, Rasulullah bertanya tentang apa yang dimilikinya. Laki-laki tersebut menjawab bahwa di rumahnya hanya ada sehelai kain kasar untuk selimut dan sebuah gelas untuk minum. Rasulullah kemudian meminta agar ia mengambil kedua benda tersebut.
Rasulullah lalu melelang kain dan gelas itu. Salah seorang sahabat bersedia membayar satu dirham, tetapi tidak puas dengan itu, Rasulullah menawarkan kembali kedua benda itu dan berhasil menjualnya dengan harga dua dirham. “Belikanlah satu dirham makanan untuk keluargamu, dan gunakan satu dirham lainnya untuk membeli sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasulullah sambil menyerahkan dua dirham kepada laki-laki Anshar tersebut.
Beberapa hari kemudian, laki-laki Anshar itu kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah mengikatkan sebatang kayu pada kapak tersebut sehingga menjadi alat yang utuh. Ia diperintahkan untuk mencari kayu bakar dan menjualnya. “Pergilah, carilah kayu bakar dan jual lah. Aku tidak ingin melihatmu selama 15 hari,” titah Rasulullah. Laki-laki itu mengikuti semua perintah tersebut. Setelah 15 hari, ia kembali dengan membawa uang 10 dirham dari hasil penjualan kayu bakar, yang kemudian digunakannya untuk membeli pakaian, makanan, dan kebutuhan lainnya. “Ini lebih baik untukmu daripada meminta-minta,” kata Rasulullah.
Demikianlah cara Rasulullah menghadapi pengemis. Beliau tidak langsung mengusir atau memberikan uang, tetapi mendorong dan memotivasi agar pengemis tersebut memanfaatkan kemampuan dan keterampilannya untuk bekerja secara halal. Rasulullah tidak ingin umatnya menjadi peminta-minta. Baginya, bekerja—apapun itu asal halal—lebih baik daripada meminta-minta.
Rasulullah menegaskan bahwa meminta-minta dilarang dalam Islam, kecuali untuk tiga kelompok orang: pertama, orang yang memikul beban berat di luar batas kemampuannya; kedua, orang yang terkena musibah dan kehilangan semua hartanya; ketiga, orang-orang yang sangat miskin menurut penilaian tetangga. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini diperbolehkan meminta-minta sampai kebutuhan sekadarnya tercukupi. Di luar kelompok tersebut, meminta-minta dianggap tidak diperkenankan, dan jika ada yang melakukannya, maka harta haram telah dimakan.
Dengan demikian, ajaran Rasulullah tentang cara menghadapi pengemis mencerminkan prinsip kerja keras dan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup.