Nu’aiman bin Amr bin Rafa’ah adalah seorang sahabat Rasulullah yang dikenal karena sifatnya yang humoris dan jahil. Ia berasal dari kalangan Anshar dan merupakan mujahid sejati dalam Islam, terlibat dalam Perang Badar bersama Rasulullah dan sahabat lainnya. Meskipun sering melucu dan berkejahilan, tingkah laku Nu’aiman seringkali membuat Rasulullah dan para sahabat lainnya tertawa. Namun, bagaimana sikap Rasulullah terhadap sahabat yang usil ini? Apakah beliau pernah marah atau menganggapnya biasa saja? Jika ada sahabat lain yang tersinggung, bagaimana Rasulullah mengatasi situasi tersebut?
Dari beberapa kisah tentang Nu’aiman, kita dapat menarik beberapa kesimpulan mengenai sikap Rasulullah. Pertama, beliau memaklumi sifat Nu’aiman. Rasulullah dan para sahabat umumnya memahami karakter Nu’aiman yang suka melucu. Beliau tetap santai meskipun menjadi sasaran lelucon Nu’aiman, selama tingkah lakunya tidak melanggar ajaran Islam. Misalnya, ada cerita ketika Nu’aiman ingin menghadiahi Rasulullah dengan seguci madu. Karena tidak memiliki uang, ia meminta penjual madu untuk menghantarkan madu tersebut sebagai hadiah. Saat penjual madu bertemu Rasulullah dan meminta uang untuk madu tersebut, Rasulullah pun memberinya. Setelah kejadian itu, Rasulullah menanyakan kepada Nu’aiman tentang tindakan tersebut, dan jawabannya membuat Rasulullah tersenyum.
Kedua, Rasulullah mengganti kerugian akibat kejahilan Nu’aiman. Dalam satu contoh, ketika para sahabat mengusulkan untuk menyembelih unta seorang tamu Rasulullah, Nu’aiman langsung melaksanakan ide tersebut. Ketika sang tamu mengadu kepada Rasulullah, dia mengetahui bahwa Nu’aiman lah yang melakukannya. Meskipun demikian, Nu’aiman menjawab dengan santai, “Tanyakan saja kepada orang yang menunjukkan kepadaku tempat persembunyianku.” Rasulullah kemudian memberikan ganti rugi kepada pemilik unta dengan jumlah yang lebih dari cukup.
Ketiga, Rasulullah melarang sahabat lain untuk mencela Nu’aiman. Tidak semua orang menyukai tingkah laku Nu’aiman yang jahil. Terkait hal ini, Rasulullah memberi peringatan agar para sahabat tidak mencela Nu’aiman, dengan menyatakan bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.
Kisah-kisah ini menunjukkan bagaimana Rasulullah menunjukkan sikap sabar dan bijaksana terhadap sahabatnya yang humoris ini.