- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Sya’ban, Sahabat yang Memilih Tinggal Jauh dari Nabi Muhammad

Google Search Widget

Kedatangan Nabi Muhammad saw. di Madinah menjadi daya tarik bagi masyarakat setempat. Mereka sangat ingin Nabi tinggal di rumah mereka agar bisa selalu dekat dengan beliau. Setelah melalui perjalanan panjang, Nabi Muhammad saw. akhirnya menemukan sebidang tanah milik dua anak yatim, Sahl dan Suhail, yang kemudian dibelinya. Di atas tanah itu dibangun rumah Nabi Muhammad dan istrinya. Di samping rumahnya, didirikanlah Masjid Nabawi sebagai tempat ibadah umat Islam.

Masjid Nabawi menjadi pusat kegiatan umat Islam pada masa itu. Di sini, Nabi Muhammad saw. mengajarkan ajaran Islam dan tempat umat Islam merencanakan berbagai hal, termasuk rencana perang. Lokasi yang strategis ini menarik banyak sahabat untuk tinggal di sekitar Masjid Nabawi. Mereka membangun rumah di sekitarnya agar bisa mengikuti shalat lima waktu bersama Nabi dan terlibat dalam majelis ilmu yang diadakan.

Namun, tidak semua sahabat ingin tinggal dekat dengan Nabi Muhammad saw. Salah satu sahabat, Sya’ban, memilih untuk tinggal jauh. Rumahnya terletak sekitar tiga jam berjalan kaki dari Masjid Nabawi. Meskipun jarak jauh, Sya’ban tidak pernah ketinggalan shalat berjamaah bersama Nabi Muhammad saw. Bahkan, ia selalu datang lebih awal daripada sahabat lainnya dan memilih posisi di pojok masjid agar tidak mengganggu sahabat lain yang datang kemudian.

Kabar tentang Sya’ban yang menempuh perjalanan jauh ini sampai ke Ubay bin Ka’ab, seorang mantan pendeta Yahudi yang memeluk Islam. Merasa iba, Ubay menyarankan Sya’ban untuk membeli keledai agar perjalanannya lebih mudah. Namun, Sya’ban menolak dan mengatakan bahwa ia lebih suka tinggal jauh dari rumah Rasulullah. Ia teringat akan sabda Nabi Muhammad saw. bahwa setiap langkah menuju masjid akan menghapus dosa atau meningkatkan derajat seseorang. Karena itu, Sya’ban ingin rumahnya jauh agar dapat mendapatkan pahala lebih banyak dengan setiap langkah menuju Masjid Nabawi.

Ketika Sya’ban berada di sakaratul maut, Allah memperlihatkan kepadanya pahala dari perbuatannya—menempuh perjalanan panjang untuk shalat jamaah. Ia diberikan penglihatan tentang surga sebagai ganjaran atas usahanya. Mengetahui pahalanya, Sya’ban merasa menyesal dan berharap rumahnya bisa lebih jauh lagi dari Masjid Nabawi agar bisa meraih pahala yang lebih besar.

Cerita Sya’ban ini mengingatkan kita tentang pentingnya niat dan usaha dalam beribadah, serta bagaimana setiap langkah menuju kebaikan selalu dihargai oleh Allah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 9

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?