Rasulullah mengalami masa-masa sulit setelah wafatnya pamannya, Abu Thalib, pada tahun 619 M, dan istrinya, Khadijah, pada tahun 620 M. Keduanya adalah pelindung Rasulullah dalam menyebarkan ajaran Islam. Dengan kepergian mereka, kaum Quraisy semakin terang-terangan memusuhi Rasulullah, melakukan berbagai upaya untuk menghentikan dakwah beliau, mulai dari boikot hingga percobaan pembunuhan.
Pada tahun 622 M, Rasulullah bersama para pengikutnya diperintahkan untuk berhijrah ke Yatsrib, yang kemudian dinamakan Madinah. Kota ini terletak sekitar 450 kilometer utara Makkah. Proses hijrah dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak terdeteksi oleh kaum Quraisy. Perjalanan dari Makkah ke Madinah tidaklah mudah. Rasulullah dan Abu Bakar as-Siddiq harus bersembunyi di Gua Tsur selama hampir tiga hari untuk menghindari pengejaran musuh.
Setibanya di Madinah, Rasulullah dan para pengikutnya menghadapi berbagai tantangan. Banyak sahabat yang jatuh sakit, seperti Abu Bakar dan Bilal, yang menderita demam berat. Selain itu, mereka juga merindukan Makkah sebagai kampung halaman, harus meninggalkan sanak saudara dan harta benda yang telah mereka kumpulkan.
Untuk meringankan beban dan menghibur sahabat-sahabatnya, Rasulullah melakukan beberapa langkah. Pertama, beliau berdoa untuk kesembuhan sahabat-sahabatnya. Ketika mendengar tentang sakitnya Abu Bakar dan Bilal, Rasulullah segera berdoa kepada Allah agar mengangkat penyakit mereka, dan tidak lama setelah itu, keduanya sembuh.
Kedua, Rasulullah memberikan keyakinan kepada para sahabat untuk bersabar menghadapi cobaan. Beliau mendorong mereka untuk terus memperjuangkan dakwah Islam di Madinah dengan janji bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi mereka yang bersabar.
Ketiga, Rasulullah membagikan makanan berupa buah-buahan kepada para sahabat sebagai bentuk perhatian dan dorongan moral. Keempat, beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin—mereka yang berhijrah dari Makkah—dengan penduduk Madinah (kaum Anshar), menyadari bahwa para sahabat tidak memiliki apa pun di tempat baru mereka.
Dengan persaudaraan ini, kaum Muhajirin dan Anshar merasakan manisnya ikatan yang dibangun di atas iman. Rasulullah juga berdoa agar Allah menganugerahkan kebaikan dan kesehatan kepada penduduk Madinah serta memberikan cinta kepada mereka seperti cinta yang dirasakan terhadap Makkah, bahkan lebih.