“Tidak ada yang bisa menggantikan Khadijah bagiku (Muhammad (SAW)). Dia percaya kepadaku ketika orang-orang yang lain ingkar. Dia yang mendukungku ketika yang lain memusuhiku…,” ungkap Muhammad (SAW) tentang sosok Khadijah.
Maisarah, pembantu Khadijah, ditugaskan untuk menemani Muhammad (SAW) selama di Syam dan menceritakan kepada Khadijah tentang sifat-sifat Muhammad (SAW) yang terpuji. Mulai dari kejujurannya dalam berdagang hingga keberhasilan dalam menjajakan barang dagangannya dengan keuntungan melimpah. Selain itu, Maisarah juga menceritakan kegiatan sehari-hari Muhammad (SAW), termasuk hal-hal menarik yang terjadi selama perjalanan, seperti pendeta yang menyebutnya sebagai nabi dan awan yang menaungi saat ia berpergian. Dari sini, benih-benih cinta Khadijah binti Khuwailid kepada Muhammad (SAW) mulai tumbuh.
Seiring berjalannya waktu, perasaan cinta Khadijah semakin kuat. Hingga suatu hari, ia tidak bisa menahan perasaannya dan memutuskan untuk curhat kepada sahabatnya, Nafisah binti Munyah. Khadijah merasa ragu apakah Muhammad (SAW) akan menerimanya, mengingat perbedaan usia yang mencolok; Khadijah berumur 40 tahun dan pernah menikah dua kali, sedangkan Muhammad (SAW) baru berumur 25 tahun dan masih perjaka. Namun, Nafisah berhasil meyakinkan Khadijah bahwa ia adalah sosok yang tepat untuk Muhammad (SAW). Meskipun Khadijah lebih tua, ia tetap terlihat muda dan kuat serta memiliki nasab yang mulia dan kekayaan.
Nafisah binti Munyah kemudian merancang rencana untuk menyampaikan perasaan Khadijah kepada Muhammad (SAW). Ia mendekati Muhammad (SAW) dan berkata, “Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seorang perempuan agung, suci, dan mulia. Ia sangat cocok denganmu. Jika kau mau, aku bisa menyebut namamu di sisinya.” Nafisah tidak meminta jawaban langsung dari Muhammad (SAW), memberikan waktu untuk merenungkan keputusan tersebut.
Setelah mendengar kabar dari Nafisah, baik Muhammad (SAW) maupun Khadijah berkonsultasi dengan keluarga mereka. Setelah melalui pertimbangan matang, kedua keluarga sepakat untuk menyatukan anak-anak mereka dalam ikatan pernikahan.
Khadijah pun menjadi istri pertama Muhammad (SAW). Mereka menjalani kehidupan rumah tangga selama sekitar 25 tahun hingga Khadijah wafat. Selama masa itu, Muhammad (SAW) tidak pernah menikah dengan wanita lain. Cinta keduanya terus hidup meskipun Khadijah telah pergi. Quraih Shihab dalam bukunya menyebutkan bahwa cinta Muhammad (SAW) kepada Khadijah adalah puncak cinta antara seorang laki-laki dan perempuan, teruji dalam kehidupan nyata sebagai sepasang suami istri. Cinta Muhammad (SAW) tidak pernah padam meski yang dicintainya telah tiada.