Ketika Muhammad (SAW) berusia dua belas tahun, atau lebih tepatnya dua bulan dan sepuluh hari lebih, sang paman, Abu Thalib, membawanya dalam perjalanan dagang ke Syam, yang saat itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Di sebuah gunung pasir yang terhubung dengan Jabal Hauran, terdapat seorang pendeta bernama Buhaira, yang juga dikenal sebagai Jurjis. Ia duduk memperhatikan pelataran tanah Syam dan merasa heran melihat awan putih yang bergerak memayungi kafilah unta yang sedang beristirahat.
Saat kafilah tersebut berhenti di kaki gunung pasir, awan putih itu pun turut berhenti. Awan itu kemudian menghilang, digantikan oleh pohon-pohon yang condong, seakan-akan memayungi seorang anak yang duduk beristirahat. Melihat fenomena tersebut, hati Buhaira yakin akan apa yang tertulis dalam kitabnya tentang akan lahirnya seorang nabi terakhir untuk seluruh umat manusia. Tanda-tanda ini menjadi bukti baginya. Buhaira pun turun dari gunung pasir dan memerintahkan pengiringnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para tamu.
Buhaira menyembunyikan diri dan mengamati tamunya saat mereka makan. Meskipun ia terkesan, di antara tamu-tamu itu tidak ada satu pun yang memenuhi ciri-ciri dalam kitabnya. Setelah jamuan usai, Buhaira mendekati Muhammad (SAW) dan bertanya dengan sangat penasaran, “Demi Lata dan Uzza, aku ingin mengetahui keadaanmu yang sebenarnya.” Dia sengaja menyebutkan nama-nama tersebut untuk melihat reaksi Muhammad (SAW).
Muhammad (SAW) menjawab tegas, “Jangan sekali-kali menyebut demi Lata dan Uzza, karena mereka sangat dibenci Allah!” Buhaira pun segera menjawab, “Baiklah, demi Allah, aku tidak akan mengucapkannya lagi.”
Setelah berbincang mengenai keluarga, impian, dan berbagai hal lainnya, rombongan tersebut meminta undur. Namun, Buhaira masih merasa belum puas dengan bukti yang ia terima. Ketika Muhammad (SAW) berdiri, kerah jubahnya tersingkap, memperlihatkan tanda kenabian (khatim an-nubuwah) yang sesuai dengan isi kitab yang dibacanya.
Keyakinan Buhaira semakin kuat, dan ia mendekati Abu Thalib untuk memberitahukan tanda-tanda kenabian Muhammad (SAW) yang ada dalam kitabnya. Abu Thalib langsung percaya karena reputasi Buhaira sebagai seorang yang berilmu tinggi. Buhaira memberikan pesan penting kepada Abu Thalib agar menjaga Muhammad (SAW) dan segera membawanya pulang, karena ancaman terhadap keselamatan Muhammad (SAW) bisa datang dari orang-orang Yahudi. Jika mereka mengetahui bahwa nabi terakhir, yaitu Muhammad (SAW), telah lahir, keselamatannya akan terancam.
Dalam kitab Al-Ma’arif yang dikutip oleh Ibn Katsir, Ibn Qutaibah menyatakan bahwa sebelum kedatangan Islam, terdapat tiga orang terbaik di masa Jahiliyah: Buhaira, Wara’ab ibn Barra’, dan al-Muntadhar. Istilah al-Muntadhar berarti “yang ditunggu-tunggu,” yang diartikan oleh Ibn Qutaibah sebagai Muhammad (SAW), nabi terakhir bagi seluruh umat manusia yang diutus untuk membawa misi rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam.