Penyembelihan hewan dalam Islam merupakan tindakan yang diatur secara ketat dalam fiqih. Berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda terkait proses penyembelihan yang dianggap sah agar daging hewan tersebut halal dikonsumsi.
Dalam mazhab Syafi’i dan Hanbali, penyembelihan dianggap sah apabila memotong dua urat penting, yaitu urat jalur nafas (hulqum) dan urat jalur makanan (mari’). Sedangkan dalam mazhab Hanafi, terdapat perbedaan pendapat antara Imam Abu Hanifah, Imam Abu Yusuf, dan Imam Muhammad bin Hasan terkait bagian yang harus dipotong.
Mazhab Maliki menekankan bahwa urat jalur nafas dan kedua pembuluh darah harus terpotong sempurna untuk dianggap sah. Namun, apabila proses pemotongan tersebut sampai menyebabkan kepala terputus, berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda.
Tinjauan pertama menyoroti pemotongan dari arah depan, sementara tinjauan kedua membahas pemotongan dari belakang atau tengkuk. Mazhab Maliki memandang penyembelihan dari tengkuk tidak halal karena mengenai sumsum tulang belakang yang termasuk organ mematikan. Sementara mazhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa penyembelihan dari tengkuk termasuk perbuatan maksiat.
Dalam kesimpulan, mayoritas ulama sepakat bahwa pemotongan hewan sampai kepala terputus bila dilakukan secara normal lewat depan hukumnya makruh. Sedangkan jika dilakukan dari tengkuk, tindakan tersebut dianggap haram oleh mayoritas ulama. Namun, daging hewan tersebut bisa dianggap halal jika pemotongan dilakukan dengan cepat sehingga urat yang harus dipotong putus ketika hewan masih dalam kondisi hayat mustaqirrah.
Kesimpulan hukum ini penting untuk dipahami agar proses penyembelihan hewan dilakukan sesuai tuntunan agama dan tidak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama.