Praktik badal haji merupakan sebuah bentuk ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang tidak mampu melakukannya sendiri. Dalam tinjauan fiqih, praktik ini diizinkan dengan syarat-syarat tertentu untuk menggugurkan kewajiban haji seseorang.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar seseorang yang menjadi badal haji dianggap sah, yaitu:
- Seseorang tersebut sudah memenuhi syarat untuk melakukan haji atas dirinya sendiri, seperti sudah baligh, berakal, merdeka, dan muslim.
- Tidak memiliki kewajiban haji atas dirinya sendiri karena sudah pernah menunaikan haji sebelumnya.
- Dapat dipercaya untuk melaksanakan badal haji.
- Tidak dalam kondisi ma’dhub, yaitu tidak mampu melaksanakan haji sendiri karena berbagai alasan seperti usia tua, lumpuh, atau sakit parah.
Dalam hal menjadi badal haji untuk lebih dari satu orang, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa ihram yang dilakukan atas nama dua orang sekaligus tidak sah untuk salah satu dari keduanya. Setiap individu harus dianggap berhaji atas nama dirinya sendiri. Konsekuensinya, jika seseorang menjadi badal haji untuk dua orang dan melakukan ihram untuk keduanya sekaligus, maka hajinya hanya dianggap sah atas nama dirinya sendiri.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili juga menyatakan hal serupa terkait konsekuensi menjadi badal haji untuk lebih dari satu orang. Jika seseorang melanggar perintah kedua orang yang meminta untuk dijadikan badal haji, maka hajinya tidak dianggap sah untuk keduanya dan dia harus mengganti biaya yang telah dikeluarkan.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menjadi badal haji untuk lebih dari satu orang tidak diperbolehkan. Setiap individu harus dianggap berhaji atas nama dirinya sendiri. Tindakan menjadi badal haji untuk lebih dari satu orang dan melaksanakannya sendiri merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan agama. Jika biaya badal haji tidak dikembalikan kepada yang bersangkutan, hal tersebut termasuk dalam kategori memakan harta orang lain secara tidak sah dan hukumnya haram.