Shalat berjamaah di Masjidil Haram sering kali menjadi perbincangan menarik, terutama terkait posisi makmum dalam hubungannya dengan imam. Dalam konteks ini, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai hukum shalat berjamaah di tempat suci tersebut.
Posisi imam saat shalat berjamaah di Masjidil Haram dapat bervariasi. Terkadang, imam berada di posisi paling depan dan lebih dekat dengan Ka’bah, baik di area depan pintu Ka’bah atau di sisi Ka’bah lainnya. Namun, terdapat juga kasus di mana imam berada di dalam bangunan masjid untuk menghindari kepadatan saat ibadah tawaf.
Mayoritas ulama, seperti mazhab Syafi’i, Hanafi, dan Hanbali, menyatakan bahwa shalat berjamaah dengan posisi makmum di depan imam tidak sah. Mereka mensyaratkan agar makmum berada di belakang imam. Namun, ada juga pandangan yang membolehkan makmum shalat di depan imam, seperti yang disampaikan oleh sebagian ulama.
Dalam praktiknya, otoritas Masjidil Haram memandang bahwa hukum shalat makmum yang tidak searah dengan imam adalah sah. Hal ini tercermin dalam kebijakan saat shalat lima waktu, tawaf yang padat, shalat Jenazah, maupun shalat Tarawih di mana orang diperbolehkan shalat di area depan imam.
Dalam hal makmum tidak searah dengan imam, hukum shalatnya sah tanpa adanya perbedaan pendapat yang signifikan di kalangan ulama. Imam An-Nawawi menegaskan bahwa shalat makmum dalam kondisi tersebut adalah sah menurut pandangan mazhab Syafi’i. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk memahami beragam perspektif ulama dalam menjalankan ibadah, termasuk dalam konteks shalat berjamaah di Masjidil Haram. Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk memperluas pemahaman kita dalam menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Aamiin.