Dalam berbagai kesempatan, termasuk ceramah, khutbah Jumat, atau acara perayaan keagamaan, para ustadz, dai, maupun mubalig sering mengutip hadits Rasulullah saw. Hadits yang dikutip tersebut memiliki beragam tujuan, mulai dari memperkuat pesan yang disampaikan dengan landasan otoritatif Nabi saw, hingga menyebarkan ajaran dan teladan dari beliau.
Pentingnya kebenaran dan validitas hadits yang disampaikan tidak bisa diabaikan. Hadits yang digunakan seharusnya telah terverifikasi keabsahannya oleh para ulama ahli hadits, baik itu shahih, hasan, atau minimal dha’if yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Selain validitas hadits, penyampaian hadits juga harus memperhatikan tempat dan kondisi pendengarnya. Penting bagi seorang mubalig untuk tidak menyampaikan hadits Nabi saw di tengah masyarakat awam tanpa memperhitungkan pemahaman dan makna yang tepat.
Al-Bukhari dalam Shahih-nya telah menekankan perlunya ketepatan dalam menyampaikan hadits agar audiensi dapat memahaminya dengan baik tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Hal ini sesuai dengan anjuran ‘Ali bin Thalib ra. yang menyarankan untuk berbicara sesuai dengan tingkat pemahaman setiap orang agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap ajaran agama.
Menyampaikan hadits juga perlu dilakukan dengan bijaksana, seperti yang dilakukan oleh Mu’adz bin Jabal yang diperingatkan oleh Rasulullah saw agar tidak menyebarkan informasi tertentu kepada orang umum karena khawatir akan salah penafsiran. Kesadaran akan dampak dari penyampaian hadits juga tercermin dalam kisah Abu Hurairah dan Abu ‘Ubaydah bin al-Jarrah yang mempertimbangkan efek dari kabar gembira yang disampaikan kepada khalayak umum.
Dalam praktiknya, para ulama dan sahabat terdahulu telah mencontohkan pentingnya penyampaian hadits pada tempatnya dan dengan kesesuaian tingkat pemahaman pendengar. Hal ini dilakukan agar pesan-pesan agama yang mulia dapat dipahami dan diaplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, mengoptimalkan penyampaian hadits dalam ceramah dan pencerahan keagamaan bukan hanya soal kebenaran isi hadits, tetapi juga tentang bijaksana dalam mengkomunikasikan pesan-pesan keislaman agar dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat umum.