- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Hukum Harta Korupsi untuk Biaya Haji dan Umrah Menurut Perspektif Fiqih

Google Search Widget

Ibadah haji dan umrah merupakan ibadah badaniyah dan mâliyah dalam Islam. Dalam melakukan ibadah tersebut, umat Islam harus memenuhi syarat fisik dan finansial, termasuk mampu secara keuangan untuk perjalanan pulang pergi. Namun, bagaimana jika biaya haji atau umrah berasal dari hasil korupsi?

Dari perspektif fiqih, haji dan umrah harus dipisahkan dengan harta haram sebagai sarana pelaksanaan ibadah tersebut. Menurut Imam An-Nawawi, haji yang dilakukan dengan harta haram atau hasil ghasab dianggap berdosa, namun tetap dianggap sah dan telah memenuhi kewajiban haji. Mayoritas ulama sepakat dengan pandangan ini, meskipun Imam Ahmad berpendapat sebaliknya.

Harta hasil korupsi secara jelas diharamkan dan berdosa jika digunakan untuk haji atau umrah. Meskipun demikian, hal ini dianggap sebagai faktor eksternal yang tidak mempengaruhi keabsahan ibadah haji dan umrah itu sendiri.

Syarat untuk mendapatkan haji mabrur adalah biaya yang digunakan berasal dari harta halal, tanpa campuran dengan harta syubhat atau haram, termasuk hasil korupsi. Sheikh Wahbah az-Zuhaili menekankan pentingnya menggunakan harta halal untuk biaya haji agar ibadah tersebut diterima oleh Allah.

Secara keseluruhan, mayoritas ulama menyatakan bahwa haji atau umrah yang dibiayai dengan harta korupsi dianggap sah dan telah memenuhi kewajiban haji atau umrah, kecuali pendapat Imam Ahmad bin Hambal. Meskipun sah, ibadah tersebut tidak akan diterima oleh Allah dan bukanlah haji mabrur. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan sumber dana yang digunakan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah agar mendapatkan keberkahan dan ridha Allah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?