Tawaf merupakan salah satu ibadah penting dalam rangkaian haji yang harus dilakukan oleh jamaah haji. Ibadah ini melibatkan mengelilingi Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah sebanyak tujuh kali dan termasuk sebagai salah satu dari lima rukun haji. Namun, pelaksanaan Tawaf bukanlah tugas yang ringan, terutama mengingat jarak total putaran yang mencapai sekitar 6 kilometer.
Bagi banyak jamaah, Tawaf memiliki makna spiritual yang mendalam. Namun, bagi mereka yang berusia lanjut atau mengalami kondisi kesehatan tertentu, ibadah ini dapat menjadi melelahkan dan berat. Maka timbul pertanyaan, apakah boleh beristirahat di tengah Tawaf, terutama bagi jamaah haji dengan kondisi tersebut?
Menurut Imam Syafi’i, beristirahat saat Tawaf diperbolehkan, terutama bagi jemaah yang kelelahan atau memiliki udzur sakit. Hal ini didasarkan pada kesepakatan para ulama bahwa duduk untuk beristirahat dalam Tawaf tetap sah. Alasan di balik kebolehan ini adalah karena Tawaf secara kontinu tanpa jeda hukumnya sunnah, bukan wajib. Jadi, beristirahat dalam Tawaf tidak membatalkan ibadah asalkan dilakukan dengan niat yang benar.
Syekh Zakariya al-Anshari juga menjelaskan bahwa melakukan Tawaf sambil beristirahat tetap sah menurut para ulama. Keringanan ini sangat dianjurkan terutama bagi jamaah dengan kondisi kesehatan tertentu seperti lansia, penyandang disabilitas, atau sedang sakit. Dengan beristirahat, stamina dan konsentrasi jamaah dapat terjaga sehingga mereka dapat menyelesaikan Tawaf dengan khidmat.
Bagi jamaah haji yang tidak mampu menyelesaikan Tawaf dengan berjalan kaki secara penuh, tidak perlu khawatir. Tawaf dengan beristirahat tetap sah dan mendapatkan pahala yang sama dengan jamaah yang menyelesaikannya tanpa berhenti. Islam memuliakan kemudahan dan tidak memberatkan umatnya.
Dengan demikian, bagi jamaah yang memilih untuk Tawaf dengan beristirahat, mereka dapat menggunakan kursi roda, kereta dorong, atau dibantu oleh orang lain. Selama niat dan syarat Tawaf terpenuhi, ibadah tersebut tetap sah dan bernilai pahala.