Pemberian zakat fitrah merupakan kewajiban umat Islam pada bulan Ramadan. Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi fenomena di mana sebagian orang cenderung memberikan zakat fitrah kepada tokoh agama sebagai bentuk penghormatan dan silaturahim yang kuat. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana fiqih Islam menyikapi prioritas pemberian zakat fitrah dalam konteks seperti ini.
Memberikan zakat fitrah kepada tokoh agama memiliki nilai kebaikan yang tinggi, karena selain menjaga silaturahim juga menjadi dukungan terhadap perjuangan mereka dalam menyebarkan ajaran Islam. Namun, terdapat beberapa argumen yang perlu dipertimbangkan dalam konteks ini.
Pertama, pendapat yang tidak mainstream dalam mazhab empat menyatakan bahwa memberikan zakat fitrah untuk kepentingan umum, seperti membangun masjid, bukanlah praktek yang disetujui. Imam Bafadhal menjelaskan bahwa zakat seharusnya hanya diberikan kepada mereka yang memang berhak menerimanya.
Kedua, sebagian ulama mengkhususkan penerima zakat fitrah hanya untuk fakir-miskin, bukan untuk kepentingan lain termasuk sabilillah. Hal ini sesuai dengan pandangan ulama Malikiyah dan pendapat Ibnu Taimiyah.
Ketiga, Al-Qur’an menempatkan fakir miskin sebagai prioritas pertama dalam penerimaan zakat, menegaskan pentingnya memberikan bantuan kepada mereka. Hal ini juga didukung oleh beberapa ulama terkemuka seperti Abdul Lathif Masyhur.
Keempat, ada ketentuan-ketentuan dalam fiqih yang menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan fakir-miskin, bahkan mengeluarkan zakat sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri untuk memastikan kebutuhan mereka terpenuhi.
Dengan demikian, memberikan prioritas pemberian zakat fitrah kepada fakir-miskin dibandingkan kepada tokoh agama memiliki landasan yang kuat dalam Al-Qur’an, hadits, dan pendapat ulama. Namun, jika tokoh agama tersebut juga berstatus fakir-miskin, maka memberikan zakat padanya merupakan praktik yang ideal. Wallahu a’lam.