Haid merupakan siklus bulanan yang dialami oleh perempuan. Saat darah haid berhenti, seorang muslimah diwajibkan untuk melakukan mandi junub untuk menghilangkan hadats besar. Mandi wajib terdiri dari dua rukun utama, yaitu niat dan meratakan air ke seluruh tubuh.
Imam An-Nawawi Al-Bantani dalam kitab Sullamul Munajat menjelaskan pentingnya kedua rukun tersebut serta hal-hal yang harus diperhatikan saat mandi wajib. Menurut penjelasannya, niat mandi wajib harus diucapkan dalam hati bersamaan dengan saat pertama kali mengguyurkan air ke badan. Niat yang diucapkan dalam lisan bertujuan untuk memantapkan apa yang diyakini dalam hati.
Ada tiga poin penting yang sering terlupakan terkait niat mandi wajib. Pertama, niat harus diucapkan dalam hati bersamaan dengan pembasuhan pertama. Kedua, tidak cukup hanya meniatkan mandi, tetapi juga perlu melafalkan niat yang menjelaskan bahwa mandi yang dilakukan adalah mandi wajib. Ketiga, niat harus diucapkan saat pembasuhan pertama pada anggota badan. Jika baru diingat untuk niat setelah pembasuhan atau di tengah-tengah basuh, maka mandi tidak sah dan perlu mengulang basuhan sebelumnya.
Lafal niat mandi wajib setelah haid adalah sebagai berikut: $$text{Nawaitu ghusla liraf’il hadatsil akbari minal haidhi fardhan lillaahi ta’aalaa.}$$ Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar disebabkan haid karena Allah Ta’ala.”
Selain niat, meratakan air ke seluruh badan juga sangat penting karena merupakan salah satu rukun mandi wajib setelah haid. Pastikan air mengalir ke seluruh anggota tubuh, termasuk sela-sela kuku, rambut, telinga dalam, dan daerah kewanitaan yang terlihat saat jongkok.
Dengan memahami niat dan tata cara mandi wajib setelah haid ini, seorang muslimah dapat kembali suci dari hadats besar dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam, seperti shalat, puasa, dan ibadah lainnya. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi panduan yang baik bagi kita semua.