Imam Syatibi, seorang tokoh penting dalam studi Maqashid Syariah, menciptakan karya monumentalnya yang dikenal sebagai Al-Muwafaqat. Berbeda dengan Imam Syathibi yang fokus pada ilmu Qiraat, Imam Syatibi sering merujuk pada karya Abu Hamid Al-Ghazali dalam Al-Muwafaqat.
Dalam bab Ijtihad, Imam Syatibi menjelaskan Takhrijul Manath, Tanqihul Manath, dan Tahqiqul Manath dengan mengutip dari karya Syifaul Ghalil. Imam Ghazali merupakan tokoh pertama yang merumuskan ketiga jenis masalik ‘illat ini.
Konsep Tahqiqul Manath Khusus yang dikembangkan oleh Imam Syatibi membawa pendekatan baru dalam fatwa. Tahqiqul Manath Khusus mempertimbangkan setiap mukallaf dalam hukum syariat taklifiyyah yang akan diterima dan dilaksanakan.
Terdapat dua ranah Tahqiqul Manath Khusus yang disebut Imam Syatibi. Pertama adalah ranah semua hukum syariat taklifiyah seperti wajib, haram, mandub, makruh, dan mubah. Imam Syatibi menekankan pentingnya memperhatikan kondisi individual mukallaf agar hukum yang diberikan dapat sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang spesifik.
Ranah kedua adalah hukum yang tidak mengharuskan (ghairu munḥatim). Dalam ranah ini, Tujuan Tahqiqul Manath Khusus adalah menentukan amal saleh yang tepat untuk individu mukallaf dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti waktu, situasi, dan karakteristik individu tersebut.
Imam Syatibi menegaskan bahwa pelaksanaan Tahqiqul Manath Khusus harus dilakukan oleh ulama khusus yang memiliki pemahaman mendalam tentang sifat-sifat manusia, ambisi mereka, perbedaan pemahaman terhadap syariat, serta kekuatan mereka dalam menjalankan kewajiban agama.
Banyak dalil dari hadis dan riwayat Rasulullah yang menjadi dasar bagi konsep Tahqiqul Manath Khusus. Rasulullah memberikan contoh tentang pentingnya mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan individu dalam menentukan amal yang paling sesuai.
Para ulama juga menggunakan konsep Tahqiqul Manath Khusus dalam ijtihad mereka. Contohnya adalah dalam penentuan hukum pernikahan, di mana mereka mempertimbangkan berbagai faktor sehingga hukum pernikahan tidak hanya dibagi menjadi wajib dan makruh, namun juga dalam kategori-kategori lain sesuai dengan kondisi masing-masing mukallaf.
Pemahaman yang mendalam tentang konsep Tahqiqul Manath Khusus dapat membantu mufti dan ulama dalam memberikan fatwa yang lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan individu. Dengan demikian, implementasi prinsip ini dapat memperkaya pemahaman kita terhadap syariat Islam dan memperkuat landasan keagamaan yang lebih kokoh.