- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Tinta Pemilu dan Hukum Wudhu: Perspektif Fiqih

Google Search Widget

Pemilu serentak 14 Februari 2024 telah menimbulkan pertanyaan seputar hukum tinta pemilu yang ditempelkan di jari tangan. Apakah tinta pemilu dianggap najis dan menghalangi proses wudhu sehingga mempengaruhi kesahihan wudhu?

Dalam konteks kebersihan, prinsip asal suatu benda dianggap suci hingga terbukti sebaliknya. Hal ini berlaku pula pada tinta pemilu. Namun, perlu dipertimbangkan apakah tinta tersebut cukup tebal sehingga menghalangi air mencapai kulit. Jika tinta tersebut hanya meninggalkan warna tanpa menghalangi air, wudhu tetap sah meskipun ada sisa warna tinta.

Menurut penjelasan dari Syekh Zainuddin Al-Malibari dan Syekh Syattha Ad-Dimyathi, penghalang dalam wudhu antara lain seperti lelehan lilin, minyak padat, dan wujud fisik tinta. Namun, jika hanya bekas warna tinta yang tertinggal setelah dibersihkan, hal ini tidak mengganggu kesahihan wudhu.

Dalam konteks pewarnaan benda dengan pewarna yang mengandung najis, apabila pewarna tersebut hanya meninggalkan warna setelah dibersihkan, benda tersebut dianggap suci. Begitu pula pada kasus sisa warna tinta pemilu, jika hanya warna yang tersisa tanpa wujud fisik tinta yang tebal, hal ini tidak membatalkan kesahihan wudhu.

Secara ringkas, tinta pemilu tidak dianggap najis dan tidak menghalangi kesahihan wudhu selama hanya meninggalkan warna tanpa menghalangi air sampai ke kulit. Disarankan untuk membersihkan sisa tinta pemilu dengan baik sebelum melakukan wudhu sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjalankan ibadah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?