Dahulu kala, terdapat suatu peristiwa yang menginspirasi umat manusia ketika seseorang meninggal dunia. Saat Qabil membunuh Habil, dia bingung bagaimana memperlakukan jasad Qabil. Allah kemudian memerintahkan seekor gagak untuk mengubur gagak yang sudah mati. Habil pun meniru cara penguburan manusia seperti yang dilakukan gagak tersebut.
Penguburan yang diperkenalkan oleh Habil menjadi praktik umum ketika seseorang meninggal, meski ada metode lain seperti kremasi. Seiring berjalannya waktu, makam tidak lagi hanya berupa tumpukan batu, melainkan juga terdapat ukiran nama jasad, tanggal kematian, dan informasi lainnya pada batu nisan.
Terkait fenomena ukiran pada batu nisan, terdapat aspek hukum dalam Islam. Sebagian hadits melarang pengukiran pada batu nisan. Namun, penafsiran hadits tersebut cenderung melarang ukiran saja tanpa melarang penulisan untuk membedakan satu jasad dengan jasad lainnya. Meskipun demikian, sebagian ulama Islam menulis nama mereka di batu nisan, mengikuti ajaran Ulama Khalaf dan Salaf.
Di seluruh dunia, makam umat Islam biasanya dilengkapi dengan nama jasad yang bersangkutan di batu nisan. Para ulama dari empat madzhab menyatakan hukum menulis di batu nisan secara berbeda.
- Menurut Malikiyah, menulis ayat Al-Qur’an di atas kuburan adalah haram, namun menampilkan nama atau tanggal kematian adalah makruh.
- Menurut Hanafiyah, menulis di atas kuburan adalah makruh hukumnya hampir seperti haram, kecuali jika dikhawatirkan jejak kuburan akan hilang.
- Menurut Syafi’iyah, menulis di atas kuburan adalah makruh, baik itu ayat Al-Qur’an maupun tulisan lain. Namun, jika kuburannya orang alim, menulis namanya disarankan.
- Menurut Hanabilah, menulis di kuburan orang lain tanpa rincian apakah dia alim atau tidak adalah makruh.
Meskipun terdapat variasi hukum menurut empat madzhab tersebut, penulisan identitas jasad seperti nama dan tanggal kematian bertujuan sebagai penanda jasad yang bersangkutan. Tanpa penanda tersebut, kerabat dan orang-orang yang ingin menziarahi akan kesulitan mengidentifikasi jasad yang telah dimakamkan.
Oleh karena itu, Syaikh Sulaiman Al-Bujairimi memperbolehkan penulisan di batu nisan dengan syarat penulisan disingkat jika ada kebutuhan untuk identifikasi jasad.
Setelah memahami dasar hukum penulisan di batu nisan, sebaiknya kita bijaksana dalam menilai hukum tersebut. Penulisan di batu nisan, baik di makam khusus maupun umum, telah menjadi tradisi yang penting untuk memudahkan kerabat dan orang-orang terdekat mengenali makam yang mereka kunjungi.