Puasa memiliki kedudukan istimewa dalam agama Islam sebagai salah satu ibadah yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Puasa tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bagi masyarakat secara luas.
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa pahala dari amalan kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah swt hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Puasa memiliki keistimewaan tersendiri di mana pahalanya langsung dilipatgandakan oleh Allah karena puasa dilakukan semata-mata untuk-Nya.
Hukum puasa pun beragam dalam Islam. Puasa wajib seperti Puasa Bulan Ramadhan dan puasa sunnah seperti puasa sunnah di hari-hari tertentu, termasuk puasa sunnah 27 Rajab. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama, namun puasa pada bulan Rajab, termasuk 27 Rajab, dianggap sah dan diperbolehkan.
Menurut Syekh Syatha ad Dimyati, waktu terbaik untuk berpuasa setelah Ramadhan adalah selama bulan-bulan haram (asyhurul hurum). Di antara bulan-bulan haram tersebut, bulan Rajab dianggap sebagai salah satu bulan yang disunnahkan untuk berpuasa.
Meskipun hadits tentang keutamaan puasa pada tanggal 27 Rajab memiliki status lemah, namun Imam Nawawi menjelaskan bahwa hadits lemah tetap bisa diamalkan dalam rangka keutamaan amalan, selama tidak palsu. Hal ini membuktikan bahwa umat Islam masih diperbolehkan untuk mengamalkan puasa 27 Rajab sebagai ibadah yang dapat mendatangkan pahala.
Dengan demikian, bagi umat Islam yang ingin melaksanakan puasa sunnah 27 Rajab, hal tersebut diperbolehkan dan diharapkan dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa hadits tersebut memiliki status lemah, sehingga tidak sebaiknya terlalu berharap pada pahala yang besar dari ibadah tersebut.