Aqiqah, praktik yang telah dikenal luas dalam Islam, merupakan proses penyembelihan hewan saat kelahiran seorang anak. Biasanya, hewan yang disembelih adalah kambing. Aqiqah dianggap sebagai sunnah muakkad yang sebaiknya dilakukan, meskipun tidak dianggap sebagai dosa jika ditinggalkan bila tidak mampu melakukannya.
Dalam aqiqah, disarankan untuk mengaqiqahi bayi perempuan dengan satu kambing, sementara bayi laki-laki dengan dua kambing. Meskipun demikian, mengaqiqahi bayi laki-laki dengan satu kambing juga dianggap sah karena Rasulullah saw pernah melakukannya untuk Sayidina Al-Hasan dan Sayidina Al-Husain.
Tindakan aqiqah ditujukan kepada orang yang bertanggung jawab dalam menafkahi anak, biasanya ayah atau kakek jika ayah tidak mampu. Seorang ayah disarankan untuk melakukan aqiqah bagi anaknya dalam rentang waktu antara kelahiran hingga 60 hari setelahnya.
Apabila seorang wali memiliki kemampuan finansial, disarankan untuk melakukan aqiqah kapan saja setelah kelahiran anak. Namun, lebih baik dilakukan pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21 dari kelahiran anak.
Jika orang tua tidak mampu melaksanakan aqiqah dalam rentang 60 hari setelah kelahiran anak, dan kemudian baru memiliki kemampuan setelahnya, aqiqah tidak lagi dianggap sebagai sunnah baginya. Melakukan aqiqah setelah periode tersebut hanya dianggap sebagai sedekah biasa.
Apabila orang tua tidak mengaqiqahi anak hingga anak tersebut baligh, maka disunahkan bagi anak tersebut untuk melakukan aqiqah atas dirinya sendiri. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai praktik aqiqah dalam Islam.