Di Indonesia, jumlah masyarakat dengan kebutuhan khusus, seperti tunarungu, cukup signifikan. Data statistik sekolah luar biasa menunjukkan bahwa terdapat 26.438 jiwa penyandang tunarungu di Indonesia, dengan Jakarta berada di peringkat ke-4 setelah Jawa Tengah dalam jumlah penduduk tunarungu.
Kementerian Agama melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LMPQ) merespons fenomena ini dengan menerbitkan Al-Qur’an Isyarat untuk PDSRW. Hal ini bertujuan untuk memberikan standarisasi dalam literasi Al-Qur’an bagi PDSRW, memudahkan mereka membaca ayat Al-Qur’an melalui metode yang telah distandarisasikan.
Pandangan fuqaha’ terhadap Al-Qur’an Isyarat beragam. Beberapa mengizinkan dan beberapa melarang penggunaannya. Syaikh Sulaiman Jamal dalam Hasyiyah Jamal ‘alal Minhaj menyebut bahwa menulis Al-Qur’an dengan isyarat tidak haram sepanjang tidak mengubah lafalnya. Fatwa dari Darul Ifta’ Al-Mishriyyah juga mendukung penggunaan huruf Braile dalam menulis ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan demikian, meskipun terdapat perbedaan pendapat, namun hukum mengenai Al-Qur’an Isyarat atau penggunaan huruf Braile untuk membaca Al-Qur’an bagi PDSRW dapat dikatakan diperbolehkan. Hal ini memudahkan mereka dalam belajar dan memahami isi Al-Qur’an tanpa mengubah lafal dan maknanya.
Dalam kesimpulannya, Al-Qur’an Isyarat memberikan solusi bagi PDSRW untuk belajar dan membaca Al-Qur’an dengan lebih mudah. Penggunaan isyarat atau simbol-simbol dalam Al-Qur’an ini diharapkan dapat membantu mereka dalam memperdalam pemahaman agama tanpa mengubah esensi dari teks suci tersebut.