Perdebatan adalah hal yang lumrah terjadi di antara manusia. Perbedaan pemikiran memunculkan argumen yang beragam, menjadikan debat sebagai sarana untuk mempertahankan pendapat di tengah perbedaan. Aktivitas debat sejatinya dapat melatih seseorang dalam membangun pendirian yang kokoh, merangsang cara berpikir yang sistematis, serta melatih kemampuan menyampaikan argumen secara persuasif. Dalam sejarah peradaban Islam, beragam keilmuan lahir dari diskusi kritis dan perdebatan di antara para tokoh dan pakar keilmuan.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa ada pandangan negatif terhadap debat dalam sejarah peradaban Islam. Pandangan tersebut mulai muncul setelah masa tabiin berakhir. Menurut Abul Muzhaffar As-Sam’ani, perdebatan dan saling bantah-bantahan mulai muncul ketika kebohongan merajalela, kesaksian palsu marak, dan kebodohan menyebar di tengah masyarakat.
Teknik berdebat semakin berkembang di tengah peradaban Islam ketika keluarga Baramikah diangkat sebagai wazir oleh Harun Arrasyid. Baramikah memfasilitasi penerjemahan buku-buku filsafat ke dalam bahasa Arab, memicu popularitas debat dan adu argumentasi di kalangan pakar keilmuan Islam. Meskipun fenomena ini mendapat kritik dari beberapa ulama yang menilai sebagian debat cenderung negatif, namun ada juga ulama seperti Ibnu Hazm yang mengakui bahwa debat yang dilakukan dengan sopan dan benar dapat memberikan manfaat positif.
Dalam Al-Quran, terdapat ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdebat namun juga melarang jenis debat tertentu. Al-Khatib Al-Baghdadi menyatakan bahwa debat yang dianjurkan memiliki perbedaan dengan debat yang dilarang. Dia menegaskan bahwa debat tanpa dasar ilmu dan berdebat untuk membela kebatilan termasuk dalam kategori debat yang tidak direkomendasikan bahkan dilarang dalam Islam.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk memahami perbedaan antara debat yang edukatif dan debat kusir. Dengan memperhatikan tata cara berdebat yang sopan, menggunakan bukti yang valid, dan menjunjung tinggi prinsip kebenaran, kita dapat menjadikan aktivitas debat sebagai sarana untuk memperkaya pemahaman dan mencari kebenaran.