Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, termasuk kejahatan seksual, seringkali menimpa anak-anak. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2022 terdapat 4.683 aduan terkait kasus kekerasan terhadap anak. Dari jumlah tersebut, 834 kasus merupakan kejahatan seksual, yang menunjukkan rentannya anak-anak sebagai korban pelecehan seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak memiliki dampak negatif yang besar, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Korban kekerasan sering mengalami trauma, depresi, gangguan perilaku, dan gangguan kesehatan fisik. Oleh karena itu, perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan menjadi sangat penting.
Dalam pandangan Islam, kekerasan seksual terhadap anak dianggap sebagai penyalahgunaan anak untuk memuaskan hasrat seksual seseorang. Islam dengan tegas melarang tindakan tersebut karena dampak buruknya bagi korban. Pelaku kekerasan seksual dikenakan hukuman berat sesuai dengan ajaran agama.
Lebih lanjut, Islam menempatkan kekerasan seksual dekat dengan kejahatan zina yang memiliki konsekuensi hukum yang serius. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk persetubuhan yang tidak sah secara hukum maupun moral.
Dalam Islam, pelaku kekerasan seksual pada anak dikenai hukuman pidana berat, yaitu hukuman takzir. Perbuatan bejat seperti itu sangat merugikan korban, sehingga perlu ditindaklanjuti secara serius.
Ulama juga menegaskan bahwa kekerasan seksual termasuk dalam dosa besar dan perbuatan yang melawan hukum. Hal ini hanya dilakukan oleh individu dengan hati yang sakit dan hawa nafsu yang hina. Oleh karena itu, pencegahan pelecehan seksual harus dilakukan melalui edukasi masyarakat dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku.
Pelecehan seksual adalah perbuatan yang dilarang secara syariat, termasuk dosa besar dan kejahatan yang harus dihukum. Kita sebagai masyarakat harus bersama-sama melindungi anak-anak dari segala bentuk pelecehan seksual agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan aman.