Dalam konteks khusus di mana harta suami tidak mencukupi untuk memberikan nafkah kepada lebih dari satu orang selain dirinya, penting untuk memahami mengapa dalam perspektif fiqih Islam, nafkah istri harus didahulukan daripada nafkah ibu. Meskipun pada dasarnya ibu merupakan sosok yang sangat dihormati dan didahulukan, terdapat tiga argumen utama yang menjelaskan mengapa nafkah istri diprioritaskan.
1. Urutan Prioritas Nafkah dalam Hadits
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir, disebutkan bahwa urutan nafkah dimulai dari diri sendiri, kemudian istri, dan baru kemudian kerabat termasuk orang tua dan anak. Dari sini, jelas bahwa nafkah istri lebih diutamakan daripada nafkah ibu.
2. Nafkah Ibu vs. Nafkah Istri dalam Fiqih
Dalam fiqih, nafkah ibu masuk dalam kategori nafkah kerabat yang berfokus pada kepedulian, sementara nafkah istri dianggap sebagai imbalan atas ketaatan terhadap suami. Oleh karena itu, nafkah yang bersifat imbalan lebih didahulukan daripada nafkah yang bersifat kepedulian.
3. Kebutuhan Suami terhadap Istri
Nafkah istri menjadi lebih prioritas karena suami memiliki kebutuhan terhadap istri sebagaimana ia memiliki kebutuhan terhadap dirinya sendiri. Berbeda dengan nafkah ibu yang menjadi wajib karena hubungan kekerabatan antara anak dan orang tua.
Dalam situasi di mana harta suami sangat terbatas, nafkah istri harus didahulukan karena merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi atas dasar mu’awadhah (tukar-menukar antara ketaatan istri dan nafkah yang wajib diberikan oleh suami).
Penting untuk memahami bahwa dalam kasus di mana harta suami tidak mencukupi untuk menafkahi lebih dari satu orang selain dirinya, baik istri maupun ibu tetap berhak mendapatkan nafkah. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa hak-hak manusia dibangun atas prinsip ketat dan perhitungan.
Dengan demikian, dengan mempertimbangkan tiga argumen di atas, nafkah istri harus didahulukan daripada nafkah ibu dalam situasi khusus di mana harta suami hanya cukup untuk menafkahi satu orang lagi selain dirinya.
