- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Analisis Hadits “Anak Laki-laki adalah Milik Ibunya” dalam Konteks Nafkah Keluarga

Google Search Widget

Sebuah peristiwa bercerai karena campur tangan orang tua baru-baru ini menjadi viral di media sosial, memicu berbagai pertanyaan dari warganet tentang kebenaran tindakan suami tersebut. Artikel NU Online menyoroti bahwa jika seorang istri telah menjalankan perannya dengan baik, maka permintaan cerai dari orang tua tidak harus dipenuhi.

Namun, pertanyaan muncul mengenai pernyataan para netizen bahwa “anak laki-laki adalah milik ibunya”. Hal ini merujuk pada sebuah hadits yang menyebutkan bahwa suami memiliki kewajiban untuk patuh kepada ibunya. Namun, pemahaman yang keliru terhadap hadits ini dapat menimbulkan konflik dalam keluarga.

Dalam konteks pemberian nafkah, ada prinsip bahwa hak-hak manusia lebih didahulukan daripada hak-hak Allah. Dalam hal keterbatasan harta, nafkah istri diprioritaskan daripada nafkah ibu, karena nafkah istri merupakan ganti rugi atas ketaatan suami dan menjadi wajib sebagai bentuk transaksi antarmanusia.

Apabila suami memiliki penghasilan yang cukup untuk keluarga kecilnya, ia dapat memberikan nafkah kepada orang tuanya. Namun, jika penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan keluarga inti, maka prioritas harus diberikan pada istri dan anak.

Pemahaman yang benar terhadap hadits “anak laki-laki adalah milik ibunya” penting untuk menghindari konflik dalam rumah tangga. Pengamalan yang bijaksana atas ajaran agama akan membawa keharmonisan dan kedamaian dalam keluarga.

Semoga pemahaman ini dapat membantu menjernihkan perspektif mengenai hubungan antara suami, istri, dan orang tua dalam konteks kewajiban nafkah keluarga.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

January 12

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?