- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pewarna Karmin: Antara Fatwa MUI dan LBM NU Jawa Timur

Google Search Widget

Karmin, pewarna merah alami yang berasal dari serangga cochineal, telah menjadi topik perbincangan dalam dunia pangan dan minuman. Diperoleh dari mengeringkan dan menghancurkan serangga tersebut, karmin telah lama digunakan dalam produk makanan, minuman, dan kosmetik.

Pada tahun 2023, Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur mengeluarkan fatwa yang menyatakan karmin haram dan najis. Hal ini berdasarkan kajian mendalam mengenai hukum karmin. Namun, Fatwa MUI pada tahun 2011 menyatakan bahwa pewarna makanan dan minuman dari serangga cochineal halal, selama tidak membahayakan.

Perbedaan pendapat ini berkaitan dengan pandangan masing-masing lembaga terkait kehalalan karmin. MUI menekankan bahwa karmin tidak najis dan tidak membahayakan kesehatan, sehingga halal dikonsumsi. Sementara itu, LBMNU Jawa Timur berpendapat sebaliknya, bahwa karmin haram karena berasal dari bangkai serangga.

Dalam konteks ini, umat Islam di Indonesia dihadapkan pada pilihan mengikuti fatwa mana yang mereka yakini. Bagi yang mengikuti MUI, karmin dianggap halal dan boleh dikonsumsi. Namun, bagi yang mengikuti LBMNU Jawa Timur, karmin dianggap najis dan haram untuk dikonsumsi.

Dengan demikian, penting bagi setiap individu untuk memahami dasar hukum Islam terkait makanan dan minuman, serta mengambil keputusan sesuai keyakinan masing-masing. Perdebatan seputar karmin menggambarkan kompleksitas dalam menafsirkan hukum Islam dalam konteks produk modern seperti pewarna makanan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

January 19

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?