Menikah merupakan sebuah ibadah yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Al-Quran Surah An-Nisa ayat 3 menjelaskan pentingnya keadilan dalam pernikahan, serta memberikan petunjuk bagi mereka yang khawatir tidak mampu berlaku adil terhadap perempuan yatim.
Di masyarakat Nusantara, terdapat kepercayaan bahwa menikah di bulan Rabiul Awal membawa nasib buruk sebagaimana juga di bulan Suro. Kepercayaan ini diyakini turun-temurun dan dianggap sebagai bulan keramat yang identik dengan kematian dan kesialan. Mitos yang berkembang menyebutkan bahwa arwah leluhur kembali ke dunia serta banyak orang meninggal di bulan tersebut, sehingga menikah di bulan ini dianggap dapat mengundang bala dan kesengsaraan.
Namun, dalam Islam, tidak terdapat larangan khusus untuk menikah di bulan Rabiul Awal atau bulan lainnya. Kepercayaan ini tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran agama. Ibnu Ziyad bahkan menegaskan bahwa meyakini bahwa hari dan malam tertentu memiliki pengaruh terhadap hasil suatu tindakan bertentangan dengan keyakinan bahwa hanya Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Menurut Imam Syafi’i, bertanya kepada peramal tentang waktu yang tepat untuk melakukan sesuatu termasuk perbuatan syirik, yakni menyekutukan Allah dengan makhluk lain. Sebaliknya, Syekh Nawawi al Bantani menjelaskan bahwa tidak ada dalil yang melarang menikah di hari tertentu, bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri menikahkan putrinya di bulan-bulan yang dianggap “kurang baik” menurut kepercayaan masyarakat.
Sebagai kesimpulan, dalam Islam tidak ada larangan khusus untuk menikah di bulan Rabiul Awal. Pandangan dan kepercayaan masyarakat terkait keburukan menikah di bulan tersebut sebaiknya dipertimbangkan dengan bijak, sambil tetap merujuk pada ajaran agama yang mendasarinya.