Rebo Wekasan, sebuah tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Nusantara, khususnya di Jawa, menjadi sorotan dalam berbagai kalangan. Ritual yang dilakukan pada malam Rabu terakhir di bulan Safar ini sering kali menimbulkan pertanyaan terkait hukum membaca Surat Yasin.
Kepercayaan sebagian masyarakat tentang potensi turunnya 40.000 bala atau musibah pada malam Rebo Wekasan menjadi pemicu ketidakpastian terkait perbuatan membaca Surat Yasin. Namun, dalam konteks Islam, tidak ada bulan atau waktu yang secara inheren membawa kesialan atau keberuntungan. Semua kejadian, baik buruk maupun baik, tergantung pada kehendak Allah SWT dan bukan ditentukan oleh bulan atau tanggal tertentu, termasuk malam Rebo Wekasan.
Penting untuk memahami bahwa keyakinan akan adanya hubungan antara kesialan dengan peristiwa buruk telah ditolak dalam ajaran Islam. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menyatakan bahwa tidak ada kesialan karena bulan Safar menjadi penegas atas ketidaktepatan keyakinan tersebut.
Dalam konteks hukum membaca Yasin di Malam Rebo Wekasan, pandangan yang mengatakan bahwa hal ini diperbolehkan asalkan dengan niat yang benar menjadi poin penting. Amalan-amalan yang dilakukan pada hari tersebut seharusnya tidak didasari oleh pandangan negatif terhadap hari Rabu atau bulan Safar sebagai sumber kesialan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abdurrauf al-Munawiy, amalan-amalan tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam selama niatnya baik.
Dengan demikian, membaca Yasin pada malam Rebo Wekasan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang mubah, artinya boleh dilakukan namun tidak diwajibkan. Hal ini dapat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, memohon ampunan-Nya, serta meningkatkan pengetahuan tentang Al-Qur’an. Penting untuk tidak terperangkap dalam kepercayaan mitos yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, dan senantiasa memandang setiap peristiwa sebagai bagian dari kehendak Allah SWT.