Dalam ajaran Islam, masalah berjual beli dengan non-Muslim sering kali menimbulkan pertanyaan dan keraguan. Namun, menurut penjelasan dari KH M. Sjafi’i Hadzami dalam bukunya “100 Masalah Agama”, berjualan dengan non-Muslim sebenarnya diperbolehkan dalam Islam. Tidak ada syarat bahwa pembeli atau penjual harus beragama Islam ketika melakukan transaksi jual beli.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari mengisahkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bertransaksi jual beli dengan seorang musyrik. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak melarang umatnya untuk berinteraksi ekonomi dengan orang yang memiliki keyakinan berbeda, selama transaksi tersebut dilakukan dengan jujur dan tidak melanggar prinsip-prinsip syariat Islam.
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW menunjukkan sikap menghormati terhadap pilihan orang lain dalam menjual barang dagangannya. Beliau bahkan membeli barang dagangan dari orang non-Muslim tersebut tanpa membedakan agama pembelinya. Hal ini menjadi dalil yang kuat bahwa berjualan dengan non-Muslim adalah sah dan halal dalam Islam.
Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar transaksi jual beli dengan non-Muslim tetap sesuai dengan prinsip Islam. Misalnya, menjauhi barang yang dapat membahayakan umat Muslim atau barang yang dapat menimbulkan penghinaan terhadap Islam.
Dalam konteks hak dan kewajiban, umat Islam dan non-Muslim memiliki perlakuan yang sama dalam hal jual beli. Apa yang diperbolehkan bagi umat Islam dalam transaksi jual beli, juga diperbolehkan bagi non-Muslim. Sebaliknya, apa yang diharamkan bagi umat Islam, juga diharamkan bagi non-Muslim.
Prinsip bahwa segala sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya adalah halal, dan segala sesuatu yang diharamkan adalah haram, menjadi dasar dalam menentukan keabsahan suatu transaksi jual beli.
Dengan demikian, uang hasil penjualan dengan non-Muslim dianggap halal dan sah menurut ajaran Islam. Semoga tulisan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai perspektif Islam terkait berjualan dengan non-Muslim.