Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali istilah meminjam dan mengutang menjadi bercampur aduk. Padahal, keduanya memiliki perbedaan konsep yang jelas dalam praktik dan ketentuannya. Syekh Mushthafa al-Khin menjelaskan bahwa meminjam adalah memberi izin untuk memanfaatkan sesuatu yang halal dengan tetap mempertahankan benda yang dipinjam. Dalam istilah Arab, tindakan ini disebut dengan “i’arah”.
I’arah mencakup izin memanfaatkan barang yang dipinjam tanpa memiliki kepemilikan atas manfaat tersebut. Orang yang meminjam hanya diperbolehkan untuk menggunakan barang tersebut, namun tidak untuk menyewakannya kepada orang lain atau memberikannya kepada orang lain.
Di sisi lain, mengutang atau dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qardh, berarti memberikan sesuatu yang bernilai kepada orang lain dengan tujuan pengembalian tanpa tambahan. Dalam qardh, yang dikembalikan adalah barang yang sama, tidak seperti dalam meminjam di mana pengembalian bisa berupa nilai yang sama.
Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa meminjam adalah izin untuk memanfaatkan barang dengan pengembalian barang yang sama, sedangkan mengutang adalah memberikan sesuatu untuk dikembalikan tanpa tambahan. Oleh karena itu, dalam fiqih muamalah, lebih tepat menggunakan istilah “mengutang uang” daripada “meminjam uang”, karena dalam praktik meminjam uang, yang dikembalikan bukanlah uang yang sama melainkan nilainya.
Para ulama fikih menetapkan persyaratan yang lebih ketat dalam praktik qardh daripada i’arah. Misalnya, barang yang diutangkan harus jelas timbangannya dan jenisnya agar mudah diidentifikasi saat pengembalian. Di sisi lain, dalam praktik pinjam-meminjam, ditentukan prosedur penggunaan, manfaat yang diperbolehkan, dan waktu pengembalian tanpa adanya kompensasi yang disepakati.
Dalam utang-piutang, tidak boleh ada kelebihan atau penambahan nilai yang disyaratkan pada saat pembayaran. Hal ini dilakukan untuk mencegah riba. Namun, penghutang bisa membayar dengan nilai atau kualitas barang yang lebih baik tanpa ada syarat dari pihak yang memberikan pinjaman.
Secara keseluruhan, baik i’arah maupun qardh merupakan bentuk saling tolong-menolong di jalan kebaikan dan ketakwaan antar sesama muslim. Semoga penjelasan ini dapat memperjelas perbedaan antara meminjam dan mengutang dalam fiqih muamalah.