Hadits hasan merupakan klasifikasi kualitas hadits yang berada di antara hadits shahih dan hadits dhaif. Konsep hadits hasan dalam ilmu Ulum al-Hadits lahir pada zaman Imam Tirmidzi, seorang ulama hadits terkenal. Sebelum Imam Tirmidzi, kriteria kualitas hadits bernilai hasan tidak dikenal. Baru semenjak Imam Tirmidzi menulis kitab al-Jami’ Sunan Tirmidzi, kriteria hadits hasan mulai dimunculkan dan dibakukan oleh ilmuwan hadits setelahnya.

Pada masa Imam Bukhari, Imam Muslim, serta Imam madzhab yang empat, yaitu Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali, istilah baku kriteria nilai hadits hasan belum dikenal. Klasifikasi kualitas hadits pada masa itu hanya terbagi menjadi shahih dan dhaif. Namun, setelah zaman Imam Tirmidzi, klasifikasi kualitas hadits dibakukan menjadi tiga kategori: shahih, hasan, dan dhaif.

Sejarah lahirnya konsep hadits hasan bermula dari kitab al-Jami’ Sunan Tirmidzi yang ditulis oleh Imam Tirmidzi. Dalam kitab tersebut, Imam Tirmidzi memberikan penilaian terhadap suatu hadits dengan istilah hasan, seperti contoh hadits yang beliau nilai sebagai hasan gharib shahih. Selain itu, Imam Tirmidzi juga menggabungkan istilah hasan dengan karakteristik lainnya seperti hasan shahih dan hasan gharib, yang sebagian ulama anggap sebagai istilah yang janggal.

Imam Tirmidzi juga menjelaskan definisi hadits hasan dalam kitab karangannya yang lain, yaitu kitab al-Ilal al-Shagir. Definisi baru ini mengenai hadits hasan kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Ibn Shalah dalam kitabnya Muqaddimah Ibn Shalah. Dari definisi ini, kemudian muncul pembagian hadits hasan menjadi dua jenis: hasan lighairihi dan hasan lidzatihi.

Dengan perkembangan dan pembakuan konsep hadits hasan oleh para ulama hadits setelah Imam Tirmidzi, istilah ini diterima sebagai bagian dari klasifikasi kualitas hadits yang meliputi shahih, hasan, dan dhaif. Perjalanan sejarah konsep hadits hasan ini membuktikan pentingnya peran para ulama dalam mengembangkan ilmu Musthalahu al-Hadits atau Ulumu al-Hadits.