Idul Adha, yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah oleh umat Islam di seluruh dunia, memiliki kisah yang dalam tentang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putranya datang melalui mimpi, bukan saat ia terjaga.
Sebelum peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim telah lama berdoa meminta keturunan yang saleh. Doanya terkabul dengan kelahiran Nabi Ismail dari Siti Hajar ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Namun, ujian sebenarnya datang ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk meninggalkan putranya dan istrinya di tengah Makkah yang tandus.
Siti Hajar, dalam kisah yang terabadikan dalam kitab Qishashul Anbiya, turut bersimpati saat Nabi Ibrahim menerima perintah tersebut. Meskipun dihadapkan pada situasi sulit, ketika perbekalan habis, Siti Hajar mencari rezeki tanpa hasil. Pengulangan antara bukit Shafa dan Marwah hingga tujuh kali menjadi bagian dari ujian tersebut.
Ketika Nabi Ismail beranjak remaja, Nabi Ibrahim diuji sekali lagi untuk mengorbankan putranya. Perintah ini datang melalui mimpi pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah sebelum akhirnya disadari oleh Nabi Ibrahim pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Mengapa perintah ini datang melalui mimpi? Menurut Ibnu Asyur, hal ini merupakan bentuk penghormatan kepada Nabi Ibrahim agar dapat merenungkan perintah tersebut dengan tenang. Mimpi dianggap sebagai cara yang ramah bagi jiwa untuk menyambut perintah berat tersebut.
Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mengajarkan tentang kesabaran, kepercayaan kepada Allah, dan pengorbanan yang tak terhingga. Umat Islam memperingati Idul Adha sebagai pengingat akan keteguhan hati Nabi Ibrahim dan kesediaannya untuk taat kepada perintah Allah, meskipun sulit.
Kisah ini menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk menjalani hidup dengan kesabaran, kepercayaan, dan ketaatan kepada Allah dalam menghadapi segala ujian dan cobaan kehidupan.
