Berkurban merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Meskipun tidak diwajibkan secara mutlak, namun memiliki kedudukan yang mulia dalam sunah. Hal ini dapat dilihat dari hadits yang menceritakan bahwa Abu Bakar dan Umar pernah tidak berkurban karena khawatir orang menganggapnya sebagai kewajiban.
Dalam konteks seseorang yang dianggap mampu untuk berkurban, terdapat penjelasan yang mengatakan bahwa orang tersebut harus memiliki harta yang cukup melebihi kebutuhan pribadi dan tanggungan keluarganya. Berkurban seharusnya dilakukan dengan menjaga keseimbangan antara memenuhi kebutuhan diri sendiri dan orang-orang yang harus ditanggung.
Namun, bagaimana jika seseorang tidak mampu secara finansial namun tetap ingin berkurban dengan cara berutang? Menurut Fatawa Darul Ifta’ Yordan, lebih baik bagi orang tersebut untuk tidak berutang demi berkurban. Hal ini disebabkan oleh risiko yang dapat timbul jika seseorang membebani dirinya dengan utang yang kemungkinan besar sulit dilunasi.
Jika seseorang tetap memaksakan diri untuk berkurban dengan berutang, kurbannya tetap diterima oleh Allah asalkan dilakukan dengan harta halal dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Meskipun demikian, sebaiknya tetap dihindari agar tidak menimbulkan beban finansial yang berlebihan di masa mendatang.
Dalam kesimpulan, meskipun berkurban adalah ibadah yang dianjurkan, namun perlu dipertimbangkan secara matang sesuai dengan kemampuan finansial seseorang. Keseimbangan antara melaksanakan ibadah dan menjaga kesejahteraan keuangan pribadi serta keluarga merupakan hal yang penting dalam menjalankan ibadah berkurban.